Titik Picu Basit Masuk Gelanggang Pengabdian

Seputarbabel.com, Pangkalpinang – Bagi Basit Cinda Sucipto, sejak 2005 memulai kehidupan di Pangkalpinang sekaligus memulai berbagai usaha. Kini sebagai pengusaha sukses, ia sadar betul semua keuntungan usahanya saat ini, karena Kota ini memberikan ruang. Pilwako kini menjadi titik picu masuk gelanggang kehidupan yang baru, yakni gelanggang pengabdian.

Saya memasuki titik picu gelanggang pengabdian yang harus saya manifestasikan pada tataran kekuasaan…” Basit Cinda Sucipto

Basit punya tiga fase kehidupan dalam berkarya sebagai manusia. Dimulai dari mencari gelanggang kehidupan. Fase ini berikan pengalaman merintis usaha hingga peningkatkan pendapatan. Lalu gelanggang kehidupan, menjalani, mengatur, memperluas usaha sembari menikmati hasil bersama keluarga.

Terakhir adalah gelanggang pengabdian, baginya masuk gelanggang kehidupan yang baru ini harus ada titik picu. “Tetapi dalam konteks kehidupan kita ini adalah titik picu masuk gelanggang kehidupan yang baru, yaitu bagi saya gelanggang pengabdian,” buka Basit ditemui media ini.

Panggung kekuasaan adalah manifestasi dari gelanggang pengabdian yang sudah memiliki titik picu. “Saya memasuki titik picu gelanggang pengabdian yang harus saya manifestasikan pada tataran kekuasaan. Karena kekuasaan itu akan mengendalikan resource, sumber daya yang kemudian didistribusikan untuk kesejahteraan, kemakmuran masyarakat,” sambung Basit.

Ikut kontestasi Pilwako 2024 merupakan bentuk terimakasih Basit kepada Kota Pangkalpinang. Karena hampir 20 tahun, telah diberi ruang hidup, ruang tumbuh dan sebuah nilai kehidupan bermakna. “Kalau kita hanya bicara menumpuk, mengeruk pundi – pundi finansial dan kekayaan. Saya kira, saya tidak perlu bersusah – susah begini, mau repot ngurusin masyarakat,” jelas Basit.

Basit punya keinginan Pangkalpinang sebagai tempat menutup usia. “Makanya saya harus buat seindah, sebaik dan seanggunnya. Lebih kurang 20 tahun saya di sini, Pangkalpinang telah memberikan saya ruang hidup, ruang karya, memberikan saya memahami dan mendapatkan sebuah value dari kehidupan itu sendiri,” kenangnya.

Berikut perjalanan Basit berdomisili, tidak ada daerah tempat menetapnya lebih dari 15 tahun. Umur 1 – 2 tahun, di Jawa, 3 – 15 tahun di Marauke, Papua, 16 – 19 tahun di Lampung dan 19 – 24 tahun di Jakarta. Sejak berumur 25 tahun, ia menginjakkan kaki di Pangkalpinang, tepatnya 05 Januari 2005.klik berita terkait

“Terus saya harus pulang ke mana? Kampung halaman saya mana?,” tanya Basit.

klik BERITA BasitCinda
Ketika menjadi narasumber Berhipmi, beberapa waktu lalu, ia mencaunter soal bukan putra kelahiran Pangkalpinang. “Apa enggak boleh saya tinggal di sini, berkhidmat kepada Kota yang telah memberikan kehidupan dan kebaikan kepada saya. Apa engga boleh saya memberikan sebagian dari kebahagiaan saya yang telah saya dapat?,” lanjut Basit.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *