Jakarta – Mahkamah Konstitusi mengubah aturan dalam UU Pilkada mengenai aturan pencalonan kepala daerah. Aturan yang diubah MK adalah terkait penghitungan parpol untuk mengusung kepala daerah.
Titi Anggraini, Anggota Dewan Pembina Perludem, menyebut Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 ini langsung berlaku untuk Pilkada 2024.
“Sebab, putusan MK ini tidak menyebut penundaan pemberlakuan putusan pada pilkada mendatang seperti halnya Putusan MK terkait Ambang Batas Parlemen No.116/PUU-XXI/2023 (berlaku setelah 2024, yakni di Pemilu 2029),” kata Titi, Selasa (20/8).
Titi melanjutkan, “Putusan MK soal ambang batas pencalonan pilkada ini serupa dengan Putusan MK soal usia calon di Pilpres dalam Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, yang memberi tiket pencalonan dan digunakan Gibran untuk maju pada Pilpres 2024 yang lalu.”
Putusan 90 memperluas makna batas usia capres/cawapres pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu dari yang semula minimal 40 tahun menjadi boleh di bawah umur tersebut asalkan pernah/sedang menjabat sebagai kepala daerah dari hasil pemilihan umum, termasuk pilkada.
Putusan 90 menjadi kontroversi karena membuka jalan bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres Prabowo Subianto. Sebelum Putusan 90, usia Gibran tak memenuhi syarat pencalonan karena baru 36 tahun per 1 Oktober 2023.
Sebelum Diubah MK
Aturan yang diubah MK adalah terkait penghitungan parpol untuk mengusung kepala daerah.
Aturan mengenai hal tersebut termuat dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 atau UU Pilkada.
Berikut bunyi pasal sebelum diubah MK:
Pasal 40
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika hasil bagi jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menghasilkan angka pecahan maka perolehan dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke atas.
(3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam aturan itu, perhitungan mengacu pada jumlah kursi DPRD di daerah yang terkait. Kini, MK mengubah aturan tersebut. Acuannya kini kepada jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap (DPT).
Setelah Diubah MK
Pasal tersebut kini berbunyi:
“Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut
d. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut
Selain itu, MK juga menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
PDIP Bisa Usung Calon Gubernur Sendiri di Jakarta?
Salah satu yang menjadi sorotan dalam Pilkada adalah Pilgub DKI Jakarta. Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus memborong hampir semua partai politik untuk mengusung Ridwan Kamil dan Suswono. Lawannya kemungkinan besar pasangan independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana.
PDIP menjadi satu-satunya partai tak masuk dalam koalisi tersebut. Suara PDIP sendiri tidak memenuhi syarat untuk mengajukan calon sendiri.
Petahana Anies Baswedan pun kemungkinan tidak bisa maju dalam Pilgub Jakarta 2024 karena kursi parpol diborong KIM Plus.
Namun bila merujuk aturan baru putusan MK, maka PDIP dapat mengusung calon sendiri.
Jakarta punya DPT 8,2 juta pemilih. Sesuai aturan yang diputuskan MK, Jakarta masuk dalam kategori pasal 40 huruf c.
Dalam aturan itu, MK mengklasifikasikan daerah dengan DPT 6-12 juta, maka partai politik bisa mengusung calon dengan perolehan suara minimal 7,5%.
Pada Pileg 2024, PDIP meraih 14,01% di Jakarta. Dengan begitu, PDIP bisa mengajukan calon sendiri tanpa koalisi.