OPINI  

23 Tahun Provinsi, Listrik Babel Masih “Netek” ke Sumsel

 

Oleh: AHMADI SOFYAN

Apa bedanya Lempah Kuning dengan PLN di Bangka Belitung? Kalau Lempah Kuning itu pasti BERKUAH, kalau PLN itu pasti BERULAH

BEBERAPA waktu lalu, saat ngobrol santai sambil ngopi dan menghisap cerutu bareng Pj. Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Dr. Safrizal ZA, di sebuah café di tengah Kota Pangkalpinang, saya katakan kepada beliau: “Persoalan di Babel ini, pertama adalah listrik, kedua adalah listrik, ketiga adalah listrik, keempat, kesepuluh, keseratus dan seterusnya adalah listrik”.

Selanjutnya, kepada Putra Aceh yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri ini saya katakan juga bahwa “Kalau memimpin Babel dalam kurun waktu yang singkat, namun bisa mengatasi persoalan alias penyakit kronis listrik (PLN) melalui kewenangan sebagai Pemerintah Provinsi dengan PLN Pusat, saya yakin ini jadi amal dan kenangan indah masyarakat Bangka Belitung”. Bukan tanpa alasan saya harus bicara blak-blakan kepada sosok yang baru saya kenal itu, sebab persoalan listrik di Bangka Belitung ini sejak zaman kuda gigit besi hingga kuda nelan roti, masih saja tak kunjung usai. Terlebih lagi, 23 tahun Bangka Belitung memisahkan diri dari Sumatera Selatan dan dengan bangga dan bahagianya kita menjadi Provinsi sendiri, namun ternyata kenyataan pahit harus kita telan, yakni sampai detik ini, listrik di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masih “netek” dengan Provinsi Sumatera Selatan.

Padahal, Negeri Serumpun Sebalai yang kaya akan SDA (Sumber Daya Alam) ini memiliki potensi besar dalam energy bahkan energy terbarukan. Kenyataannya, berpuluh-puluh kali pergantian pimpinan PLN, pergantian Gubernur hingga Pj. Gubernur, Bupati dan Walikota, kita belum mandiri pada hal yang sangat vital, yakni listrik. Terus berbicara panjang lebar tentang pembangunan ini pembangunan itu. Bulshit, jika energy listrik saja terus menerus tidak mencukupi.

PLN Babel Masih “Ngeleleng

“NGELELENG” adalah tutur lisan masyarakat Bangka yang menyatakan seseorang melakukan sesuatu yang sangat tidak berguna”. Asal kalimatnya adalah “leleng” yakni ujung kelamin laki-laki. “Ngelengeng” adalah perilaku seseorang yang saking nganggurnya atau saking tidak ada kerjaannya, sehingga ia memegang alat kelaminnya sambil ia bersihkan sedikit-sedikit. Biasanya kalau orang Bangka sudah menilai pekerjaan seseorang dengan nilai “ngeleleng” artinya tidak ada manfaat sama sekali alias bulshit.

So, dari lebih dari 50 tulisan (opini) saya tentang PLN yang sudah dimuat di media baik cetak maupun online, nampaknya inilah kalimat yang paling kasar dan sangat menjijikan untuk diterjemahkan (apalagi dipraktekin) yakni “ngeleleng”. Sebab ia berkaitan erat dengan alat kelamin laki-laki. Sebetulnya saya tidak sampai hati menuliskan ini, tapi rasa “gerigit ati” itu sudah begitu mendidih sebab berpuluh-puluh tahun buruknya pelayanan PLN di Bangka Belitung masih terus kita rasakan hingga saat ini. Jadi masih adakah kata yang lebih kasar untuk bahan tulisan berikutnya? Artinya demikian mendidih rasa sakit hati kepada pelayanan dan perilaku PLN Bangka Belitung yang saya rasakan. Sekali lagi, mengunakan kalimat “saya”, sebab saya tidak mewakili masyarakat manapun, komunitas atau organisasi manapun, apalagi instansi dan lembaga.

Rapuhnya tower PLN di Kenten Tanjung Api-Api Sumatera Selatan yang dalam tahun ini sudah roboh dua kali hingga membuat gelap gulita Pulau Bangka. “Pemadaman bergilir tidak ada, yang ada penyalaan bergilir” begitu ungkapan satir kawan. “Ternyata hidup dan mati itu urusan Tuhan dan PLN” kawan yang lain menimpali. “Penyalaan bergilir” alias “lep-lep nyer” kondisi listrik di Pulau Bangka selama 6 hari kemaren menunjukkan betapa PLN Bangka Belitung tidak punya manajemen yang baik serta antisipasi dalam pelayanan listrik di Bangka Belitung. Hanya kurun waktu beberapa bulan, ternyata tower kembali roboh di lahan gambut Kenten Tanjung Api-Api Sumatera Selatan. Artinya kejadian ini sangat memungkinkan terulang kembali pada bulan atau tahun kedepannya jika kebodohan ini masih terus dipelihara oleh PLN Bangka Belitung. Mengapa saya bilang “kebodohan”? Sebab sudah puluhan tahun kita rasakan buruknya pelayanan PLN Wilayah Bangka Belitung masih tergolong “ngeleleng”.

Hari ini, saya kirim WA ke GM PLN Babel, Munief. Saya tanyakan dan saya sampaikan setidaknya 4 hal. (1) Sekarang musim hujan, kebiasaan yang menjadi kebudayaan PLN di Babel sering padam dengan alasan cuaca. Bagaimana antisipasinya? (2) Tower sementara yang didirikan di Kenten Tanjung Api-Api sudah selesai, tapi tower-tower yang lain (tower permanen yang belum roboh) sangat memungkinkan roboh kembali. Sebab bulan Maret 2023 dan Nopember 2023, sudah 2 kali roboh, apa antisipasinya? (3) Apa usaha PLN Babel agar listrik di daerah ini bisa mandiri dengan tidak lagi “netek” ke Sumsel? Apakah masih terus begini sampai kiamat? (4) Kolaborasi atau sinergi pada semua elemen di Babel, harusnya bisa dilakukan dengan mencari solusi bersama, agar kemandirian listrik di Babel menjadi kenyataan. Namun kenyataan didepan mata, pihak PLN Babel itu sangat eksklusif, selalu merasa besar dan merasa benar, gaya se-kilo ditimbang se-ons, pembawaan tinggi padahal kaki masih berpijak dibumi.

Pertanyaan saya itu dijawab normatif dan yang terakhir si Munief mengatakan bahwa sudah melakukan kolaborasi dengan steakholder, forkopimda, akademisi dan tokoh masyarakat dan lainnya untuk kelistrikan Bangka Belitung. Kalau kenyataan yang saya lihat, kolaborasi itu tidak ada, yang ada adalah komunikasi sibuk sana-sini kala listrik mati alias pemadaman bergilir seperti minggu lalu terjadi. Apa ini namanya bukan “ngeleleng?”.

Sinergitas Untuk Kemandirian Listrik

BANGKA BELITUNG memiliki kekayaan alam yang dahsyat, sayangnya sampai detik ini kita tidak punya roadmap pembangunan yang pasti, sebab ego sektoral antar pemimpin lebih dahsyat dari kekayaan yang kita miliki. Iri dengki orang yang rebutan ingin ditokohkan belum juga pudar di negeri ini. Artinya, kita masih pada posisi “Inflasi politisi defisit negarawan”.

Saya tidak ingin bicara lingkup makro (Nasional), tapi cukup wilayah mikro (lokal), Bangka Belitung. 23 tahun usia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sebagai rakyat saya belum melihat ada blueprint atau roadmap pembangunan Bangka Belitung yang benar-benar berbentuk mimpi besar. Selama 23 tahun ini kita masih berkutat pada persoalan “remeh temeh” dan kebisingan politik. Saya belum melihat ada roadmap pembangunan dibidang energi dan teknologi dengan memanfaatkan (mengolah) sumber energi yang ada di daerah. Rakyat pun terbuai oleh “angka wani piro” dan janji-janji setiap menjelang Pemilu/Pilkada. Tidak ada konsep kebersamaan antar Kepala Daerah dan Wakil Rakyat untuk berpikir bersama bagaimana 30, 50 hingga 100 tahun kedepan bentuk dari wajah Bangka Belitung ini. kita hanya bicara sejak dulu pasca tambang, tapi kenyataannya tidak pernah jelas juntrungannya, sebab tak ada konsep kesepakatan bersama.

Apakah kita sudah punya roadmap berapa lama Bangka Belitung dipertahankan menjadi Provinsi? 30 tahun, 50 tahun atau selamanya? Kita tidak punya roadmap bagaimana Belitung menjadi Provinsi sendiri kedepannya, berapa Kabupaten yang harus dipecahkan, kapan menjadikan Tanjung Pandan Kotamadya, berapa kota yang harus kita bangun dan sebagainya. Kita tidak punya roadmap berapa Kabupaten di Pulau Bangka yang harus terbagi 30 sampai 50 tahun kedepan. Bertahun-tahun kita hanya sibuk berbicara “siapa” bukan “apa” dan “bagaimana”. Kita sibuk mendukung si A si B sampai “becelekeh dak keruan jatak” sesama kita. kita sibuk pamer “kemesraan” masa lalu dan “kemesraan” dukung sana dukung sini untuk sebuah popularitas dan isi tas. Tapi kita tidak pernah menawarkan konsep pembangunan Bangka Belitung 30, 50 bahkan 100 tahun kedepan. Kita hanya berkutat pada orang dan politiknya. Begitu remeh temeh dan tidak “membagongkan” (istilah nitizen medsos sekarang) dalam pola pikir. Makanya yang ramai di sepanjang jalan adalah baliho dengan gambar kepala tanpa isi (alias tidak ada pemikiran/konsep yang ditawarkan).

Persoalan listrik yang menjadi persoalan vital pun ternyata kita tak kunjung beres sama sekali. Saya belum melihat Gubernur, Bupati, Walikota dan Para Wakil Rakyat berkolaborasi dengan PLN, duduk bersama beberapa jam mencari solusi dan langsung aksi ke PLN Pusat. Langkah pertama adalah bagaimana PLN Pusat memilih General Manager PLN Wilayah Bangka Belitung adalah orang yang energik, punya pemikiran strategis dan benar-benar ingin berbuat untuk Bangka Belitung dalam masalah energy listrik serta punya watak yang asyik dan bersahabat dengan seluruh elemen di Bangka Belitung, yakni tidak merasa berada di Menara Gading bernama PLN dan jabatan General Manager (GM). Jangan kirim orang yang sudah menghitung hari pensiun seperti sekarang ini, terlebih sangat tidak asyik lagi!.

23 Tahun usia Provinsi kita tercinta, Kepulauan Bangka Belitung. Terlalu banyak kekeceewaan yang menggelayut ditengah sunyi kebun yang sedang saya diami. Muak, risih, kesal, ringem, sebab terlalu banyak kepalsuan dan kebohongan yang dipamerkan persis seperti baliho-baliho besar di sepanjang jalan di sudut kota hingga pelosok desa. Sebab semua ingin jadi ini dan jadi itu, tapi tidak punya isi kepala sebab yang dimiliki dan dicari adalah isi tas. Makanya persoalan listrik saja tidak tuntas!
Salam Negeriku!(*)

Ahmadi Sofyan, Penulis buku & Pemerhati Sosial Budaya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Ia banyak menyoroti perkembangan budaya, adat, politik dan sosial kehidupan masyarakat dan kini menghabiskan waktu kesehariannya di kebun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *