Oleh: AHMADI SOFYAN
Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya
MASYARAKAT Bangka Belitung bersatu padu mendeklarasikan “Provinsi Bangka
Belitung” pada Juni 1999 di gedung Hamidah Pangkalpinang. Sayangnya… oleh pemerintah Kota Pangkalpinang sekarang dirubah menjadi Restoran Pizza Hut. Padahal gedung tersebut adalah gedung bersejarah bagi perjuangan Bangka Belitung menjadi Provinsi.
“…… KELEKAK terakhir tumbang/ Digergaji zaman yang datang dengan bolduzer/ Duduk kemaruk mesin berpipa/Yang memancarkan air mata bumi…..” kutipan salah satu bagian dari
sajak yang dibuat oleh Yan Megawandi yang berjudul “Kelekak Terakhir” yang dimuat diharian Bangka Pos, 17 Juni 2007 guna mengiringi kepergian Datuk Sri Haji Romawi Latief. Tidak hanya Yan Megawandi, tapi juga banyak sajak yang dimuat oleh harian Bangka Pos kala itu dikirim para sastrawan dan budayawan Bangka Belitung menorehkan kesedihan atas kepergian sang tokoh legendaries Bangka Belitung, diantaranya Willy Siswanto, Ian Sancin dan Suhaimi Sulaiman.
Kepergian Datuk Sri Haji Romawi Latief kepada sang Khalik meninggalkan kesan yang luar biasa bagi masyarakat Bangka Belitung. Ribuan pelayat mengantarkan kepergian beliau ke pemakaman dan sosoknya disebut sebagai “Kelekak Terakhir Negeri Serumpun Sebalai”.
Camat 3 Kecamatan & Wakil Rakyat
Bersamaan dengan pemekaran daerah Pemerintahan di Pulau Bangka, Daerah Tk.II Bangka memiliki daerah tersendiri sebagaimana diatur dalam staatsblad 1947, yakni tidak masuk dalam wilayah Kotapraja Pangkalpinang. Romawi Latief yang tercatat sebagai Pegawai
Negeri di Pemda Tk II Bangka. Sebelum menjalani masa pensiun pada 1 April 1975, Romawi Latief sempat menajdi Camat dan Kepala Bagian Personalia di Pemda Tk. II Bangka.
Pada masa kepemimpinan Bupati A. Nadjamuddin, awal September 1957, Romawi Latief diangkat menjadi Camat Toboali. Di Bumi Habang ini, Romawi Latief menjalani aktivitasnya sebagai Camat selama 3 tahun 4 bulan. Selanjutnya pada 1 Maret 1961, beliau diamanahkan jabatan sebagai Camat di Kecamatan Mendobarat, tepatnya di Petaling. Konon, selama menjadi Camat di Mendobarat ini, nama Romawi Latief sangat membekas ditengah masyarakat.
Bahkan karena kebaikan dan kesederhanaan “Pak Camat” ini, atas inisiatif masyarakat, Romawi Latif dibuatkan kebun dan pondok. Disinilah anak-anak beliau tinggal kala Romawi Latief dipindahkan tugas ke Belitung. Nama Romawi Latief ditengah masyarakat Kecamatan Mendobarat sangatlah berkesan.
Awal tahun 1963, Romawi Latief diusulkan oleh Bupati Bangka, R.A. Amin kepada Gubernur Sumatera bagian Selatan untuk menjadi Camat Manggar Belitung. Mutasi ini adalah hukuman bagi Romawi Latief karena ia terbukti aktif bersama teman-temannya memperjuangkan berdirinya Provinsi Bangka Belitung yang ingin memisahkan dari Sumatera bagian Selatan. Akhirnya Romawi Latief pun jauh dari anak-anak dan keluarga besarnya. Disinilah anak-anaknya pun akhirnya ditinggal sang ayah tercinta dan mereka hidup di pondok kebun yang dibuatkan oleh masyarakat Kecamatan Mendobarat, terutama warga Desa Petaling. Jadilah anak-anaknya bersekolah dengan menggunakan sepeda pancal dari Desa Petaling ke Pangkalpinang.
Ketika Bupati berganti dan dijabat oleh Mayor TNI Sjafrie Rachman (putra Bangka), Romawi Latief ditarik kembali sebagai Camat Mendobarat. Tentu ini membahagiakan bagi Romawi Latief dan anak-anak beserta keluarga besarnya, sebab mereka akhirnya bisa
berkumpul kembali. Menjadi Camat Mendobarat dijalani Romawi Latief hingga November 1965. Akhirnya beliau dilantik oleh Bupati M. Saleh Zainuddin sebagai Kabag Personalia di Pemda Bangka hingga pensiun pada 1 April 1975.
Setelah pensiun, pada Pemilu tahun 1977, Romawi Latief diminta oleh Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kabupaten Bangka, Syahdan Amin, untuk bergabung dengan PPP. Permintaan ini bukan sekedar basa-basi, karena ketokohan seorang Romawi Latief ditengah masyarakat, apalagi ia pernah menjadi Pengurus Masyumi yang ideologinya sama dengan PPP. Akhirnya Romawi Latief pun diangkat menjadi Ketua Majelis Pertimbangan PPP Bangka dan ditetapkan sebagai Calon Legeslatif untuk Pemilihan Kabupaten Bangka. Akhirnya terpilihlah Romawi Latief menjadi Anggota Dewan Kabupaten Bangka para Pemilu 1977 tersebut
Tokoh Peduli Pendidikan
Sosok Romawi Latief dalam kehidupannya selalu berbuat untuk kemajuan Bangka Belitung. Sosial kemasyarakatannya memang diakui bagaimana ia berbuat ditengah masyarakat. Pada akhir 1955, Romawi Latief bersama M.A. Mahmud dan kawan-kawannya mendirikan Yayasan Pendidikan Rakyat Bangka. Hal ini didorong oleh Sumber Daya Manusia (SDM) di Bangka yang sangat rendah kala itu. Apalagi Sekolah Menengah Atas (SMA) kala itu belum ada di Bangka. Oleh karenanya, warga Bangka seringkali menjadi warga kelas 2 di Pemerintahan daerahnya sendiri.
Yayasan ini pun kemudian mengelola SMA YPRB, cikal bakal SMA Pangkalpinang. Selanjutnya Romawi Latief dan kawan-kawan berinisiatif untuk mengusulkan kepada Pemerintah agar SMA YPRB dijadikan SMA Negeri. Usaha Romawi Latief dan kawan-kawannya ternyata tidak sia-sia, SMA YPRB resmi menjadi SMA Negeri Pangkalpinang. Tak sampai disitu, pada tahuan 1959, Romawi Latief bersama sejumlah warga mendirikan Madrasah di Desa Nyelanding dan pada tahun 1960 bersama teman-temannya warga Mendobarat mereka mendirikan Madrasah di Desa Petaling.
Lalu, pada tahun 1962, kondisi Pondok Pesantren Al-Islam Desa Kemuja Kecamatan Mendobarat (desa kelahiran dan tempat belajar penulis) mengalami masa krisis. Salah satu Pengurus Pondok Pesantren, Muhammad Thoyyyib bin Syaikh Abdurrahman Siddiq menemui Romawi Latief yang kala itu menjabat sebagai Camat Mendobarat. Romawi Latief pun menyarankan kepada Pengurus Pondok Pesantren Al-Islam Kemuja dan kepada Kades Kemuja H. Mufti untuk membentuk sebuah badan usaha dengan tujuan mengatasi keterpurukan yang dialami lembaga pendidikan pesantren Al-Islam Kemuja. Tidak sekedar mencari solusi dengan kata, Romawi Latief pun akhirnya menyumbang 23.100 batang bibit karet yang dikelola badan usaha Desa Kemuja dengan nama LKD (Lembaga Kesejahteraan Desa). Sampai detik ini, LKD tersebut adalah tonggak utama ekonomi pesantren dan desa Kemuja dan luas ratusan hektar.
Pada tahun 2004, Romawi Latief di usia senjanya, terus mengabdikan diri untuk
kepeduliannya pada dunia pendidikan. Ini terbukti dirinya menjadi Dewan Penasehat pada Forum Perjuangan Universitas Bangka Belitung (UBB) dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) yang sekarang sudah menjadi IAIN Syaikh Abdurrahman Siddiq. Bahkan tanah/lahan yang ia miliki di Desa Petaling yang tak jauh dari area kampus, ia hibahkan kepada IAIN Syaikh Abdurrahman Siddiq
Pejuang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Pada tahun 1955, sejumlah tokoh pemuda Kepulauan Bangka Belitung membentuk barisan untuk memisahkan Bangka Belitung dari Sumatera bagian Selatan. Diantara mereka itu adalah, Rajab, M. Jahya Yakob, Amung Tjandra (Tjen Hon Liong) dan pastinya Romawi Latief. Mereka kala itu masih kucing-kucingan alias gerakan bawah tanah, sebab harus berhadapan dengan pejabat Daerah Sumatera bagian Selatan. Apalagi Romawi Latief kala itu menjabat sebagai Camat Mendobarat. Mereka tak henti-hentinya menggelar pertemuan dan membuat langkah agar usaha dan perjuangan ini terjadi. Akhirnya kegiatan mereka ini diketahui, jadilah
Romawi Latief mendapat sangsi dimutasi ke Manggar Belitung Timur.
Kendati demikian, ruh perjuangan barisan pemuda tahun 1955 itu tak pernah kandas dan tetap berlayar mengikuti zaman. Pada tahun 1970, sejumlah pemuda Bangka dan Belitung kembali mendeklarasikan terbentuknya Provinsi Bangka Belitung. Lagi-lagi, perjuangan ini harus berhadapan dengan Pemerintah baik Sumatera bagian Selatan maupuan Pemerintah Pusat. Termasuk didalamnya pamanda dari Penulis (Ahmadi Sofyan), Drs. H. Supron Azhari yang seorang pegawai pemerintahan terpaksa dimutasi alias “dimeja panjangkan” di Palembang.
Kala reformasi 1998 bergulir, ruh juang dan keinginan “merdeka” dari Sumatera Selatan kembali tumbuh ditengah masyarakat Bangka dan Belitung. Puncaknya, masyarakat Bangka
Belitung bersatu padu mendeklarasikan “Provinsi Bangka Belitung” pada Juni 1999 di gedung Hamidah Pangkalpinang (sekarang sudah berubah oleh Pemerintah era sekarang menjadi Pizza Hut. Padahal gedung tersebut adalah gedung bersejarah bagi perjuangan Bangka Belitung menjadi Provinsi.
Pada perjuangan periode ke-3 ini, Romawi Latief dan Amung Tjandra adalah 2 tokoh yang menjadi rujukan para pejuang period eke-3. H. Romawi Latief sebagai salah satu penasehat Presidium Perjuangan Pembentukan Provinsi Bangka Belitung. Bersama Amung Tjandra, H. Romawi Latief memberikan banyak pemahaman kepada anggota DPRD Bangka, Pangkalpinang dan Belitung agar menerbitkan memorandum mendukung terbentuknya Provinsi Bangka Belitung.
Akhirnya perjuangan itu berhasil, pada tanggal 21 Nopember 2000, Bangka Belitung resmi menjadi Provinsi sendiri dengan nama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Nama H. Romawi Latief dan berbagai dokument perjuangan baik fhoto maupun pemberitaan di media cetak adalah bukti bagaimana sosok ini menjadi tokoh senior sekaligus tokoh pemersatu dalam perjuangan pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Tokoh Pemersatu & Pemangku Adat Negeri Serumpun Sebalai
Ketokohan sosok H. Romawi Latief ditengah masyarakat Kepulauan Bangka Belitung kian bersinar dan semakin kokoh ketika Bangka Belitung resmi menjadi Provinsi sendiri. Sebagai sosok Nasionalis dan Agamis, H. Romawi Latief juga dikenal dan diakui oleh masyarakat sebagai Tokoh Pemersatu dan disebut pula sebagai “Maestro Tua yang Cinta Budaya Daerah”. Sebagai Pemangku Adat Negeri Serumpun Sebalai (Provinsi Kepulauan Bangka Belitung),
Kiprah Datuk Sri Haji Romawi Latief dalam menjaga budaya serta adat istiadat Melayu akan selalu diingat oleh generasi penerusnya. Beliau pun seringkali mewakili Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk melawat ke berbagai negara Melayu. Misalnya pada April 2002, Datuk Sri Haji Romawi Latief menjadi delegasi Negeri Serumpun Sebalai untuk menghadiri Gendang Nusantara V di Malaka Malaysia. Beliau juga tercatat sebagai Delegasi dalam rangka 3 RD Malay and Islamic World Convention, Tenung Keling Malaka.
Selain itu beliau juga kerapkali
menghadiri berbagai kegiatan kebudayaan Melayu di berbagai daerah di Indonesia. Sosok Datuk Sri Haji Romawi Latief adalah sosok pemersatu masyarakat Melayu. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang warganya adalah mayoritas Melayu dan Tionghua, maka ada 2 tokoh besar dalam pemersatu, yaitu Datuk Sri Haji Romawi Latief (Melayu) dan Amung Tjandra (Tionghua). Kini kedua tokoh pemersatu itu telah tiada, semoga keharmonisan
negeri ini tetaplah terjaga.
Tepat di hari Minggu, 10 Juni 2007 jam 12.30 WIB di RSUD Depati Hamzah
Pangkalpinang, “Sang Tokoh Pemersatu Negeri Serumpun Sebalai” ini pergi menghadap Sang Khalik dengan meninggalkan jejak kebaikan dalam usianya 89 tahun 2 bulan dan 15 hari. Ribuan pelayat mengantarkan kepergiannya.
Berbagai ungkapan kesedihan pun banyak diungkapkan diberbagai media cetak, Bangka Pos. Termasuk puisi dan kalimat-kalimat kenangan kebersamaan dengan sang legendaris Datuk
Sri Haji Romawi Latief.
Di bawah mendung yang jadi kidung
Tanah merah dan wangi Kamboja
Menikam duka kita
Dalam nama besar
lamat lamat detak tongkat terseret-seret
ditingkah deru Vespa tua yang tersandar
bukan diujung jalan atau diakhir penantian
Kelekak terakhir tumbang
Digergaji zaman yang datang dengan bolduzer
Duduk kemaruk mesin berpipa
Yang memancarkan air mata bumi
Sejenjang jalan lewati pemandian ujung kampung
Tanda rupa tak lekang
Tak kan hilang…
(Sajak: “Kelekak Terakhir” oleh Yan Megawandi)
“Pergilah meninggalkan kelekak kampung
Pergilah menjadi legenda segala musim”
(Suhaimi Sulaiman dalam kutipan “Puisi Untuk H. Romawi Latief“)
Selamat jalan orang tua kami, terima kasih atas jasa dan pengabdianmu pada negeri ini. Kami generasi muda masa kini, belum berbuat apa-apa, namun tetap menghargai dan mencintai apa yang telah diperbuat para orangtua kami. semoga sorga ditempatkan padamu,
Datuk Sri Haji Romawi Latief. Aamiiin ya robbal alamiin….(*)