Seputarbabel.com, Pangkalpinang – 271 triliun adalah angka awal, dari kerugian ekologi oleh Bambang Hero Saharjo. Kemudian menjadi angka kerugian kasus korupsi tata kelola pertimahan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) di Kejaksaan Agung. Belakangan dalam sidang angka 271 trilun itu dikeluarkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Angka ini disebut sebagai kejahatan intelektual di diskusi panel “Dampak perhitungan kerugian negara terhadap perekonomian Babel”.
Acara digelar di aula Universitas Pertiba, Sabtu (21/12/2024) tadi berlangsung dengan moderator Ketua KPID Babel. Dengan narasumber Guru Besar Bidang Ekonomi Kehutanan dan Lingkungan Fakultas Kehutanan IPB, Sudarsono Soedomo, Dekan Fakultas Ekonomi UBB, Devi Valeriani, Rektor Universitas Pertiba Suhardi, Ketua Harian Asosiasi Eksportir Timah Indonesia dan Akademisi Pasca Sarjana Universitas Pertiba, Adystia Sunggara.
Eka Mulya Putra mengaku jika akibat dari hasil kajian ekologi yang memunculkan Rp 271 triliun. Perekonomian Babel turun drastis ini dirasakan masyarakat Babel, karena timah masih menjadi lokomotif perekonomian negeri serumpun sebagai ini. “Kajian Bambang Hero Saharjo ini sangat tidak ilmiah bisa dibilang tidak ilmiah dan kejahatan intelektual. Bahkan BPKP bukan badan yang tepat bisa menyatakan kerugian negara,” keluhnya.
Dalam wawancara kepada wartawan usai acara Sudarsono Soedomo bahkan mengatakan hal yang sama. “Bagi saya hasil perhitungan itu bukan meragukan, sangat meyakinkan salahnya. Jasa yang betul – betul dinikmati manusia dengan jasa ekosistem dijumlahkan. Jadi input dan output dijumlahkan ya gimana?,” ungkapnya.
Bambang Hero Saharjo adalah pakar forensik kebakaran Indonesia di Institut Pertanian Bogor (IPB). Namun papernya diambil menjadikan angka pemulihan, disebut kerugian negara. “Metode salah, ngambil contohnya sedikit, hasilnya yang harus dipanelkan (diuji) dan disepakati (tidak dilakukan). (Bambang) gak ahli pula dan itu langsung disepakati,” keluh Sudarsono.
Seharusnya ketika hasilnya dinilai salah, ketika dikoreksi Bambang hadir untuk menguji dimana kesalahan kajiannya. Namun karena yang bersangkutan justru kerab tidak hadir ketika hasil kajiannya akan dikoreksi. “Makanya bisa wajar jika tadi (Eka Mulya) menilai ini kejahatan intelektual, saya sepakat juga dengan beliau,” sambungnya.
Adystia Sunggara mengatakan antara tindak pidana korupsi dan tindak pidana terhadap lingkungan tidak bisa dicampur adukan. Keduanya memiliki Undangan – Undang sendiri dan tidak dapat menjadi satu kesatuan. Ia juga menegaskan jika lembaga yang memiliki kewenangan menilai kerugian negara adalah Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).