Pangkalpinang,Seputarbabel.com — Pasar modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang signifikan, yang terlihat dari meningkatnya jumlah investor individu, terutama di kalangan milenial dan generasi Z. Data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan bahwa pada akhir 2024, jumlah investor di pasar modal telah melewati angka 12 juta, dengan mayoritasnya adalah investor baru. Fenomena ini memberikan harapan baru bagi perekonomian nasional. Akan tetapi, sejalan dengan pertumbuhan tersebut, risiko yang dihadapi oleh para investor baru juga bertambah, mulai dari penipuan, informasi salah, hingga rendahnya literasi finansial.
Di sinilah fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi sangat penting. Sebagai lembaga yang independen dalam mengatur dan memantau sektor jasa keuangan, OJK memiliki peran signifikan dalam membangun ekosistem pasar modal yang baik serta melindungi kepentingan investor, terutama bagi yang baru mulai dan rentan.
Pertama, OJK melaksanakan fungsi edukasi melalui beragam program literasi dan inklusi keuangan. Lewat inisiatif seperti Yuk Nabung Saham, Sahabat Pasar Modal, serta kampanye #CerdasBerinvestasi, OJK memberikan masyarakat pengetahuan fundamental mengenai investasi, pengelolaan risiko, sampai mengenali praktik investasi ilegal. Pendidikan ini tidak hanya berlangsung secara tradisional di sekolah dan universitas, tetapi juga melalui platform digital, media sosial, dan webinar yang menjangkau berbagai kalangan masyarakat. Peningkatan literasi keuangan ini sangat krusial mengingat hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan rakyat Indonesia baru mencapai 49,68%, sehingga masih terdapat banyak peluang untuk perbaikan.
Kedua, OJK memperkuat pengawasan serta regulasi terhadap para pelaku industri pasar modal. Penerapan regulasi perizinan yang ketat untuk perusahaan sekuritas, manajer investasi, dan entitas lainnya memastikan bahwa investor baru berhubungan dengan lembaga yang legal dan dapat dipercaya. OJK juga secara aktif memantau transaksi di pasar modal untuk menghindari praktik yang curang seperti perdagangan orang dalam, manipulasi pasar, atau pelanggaran prinsip transparansi informasi yang bisa merugikan para investor.
Ketiga, OJK menyediakan jalur fasilitas pengaduan dan perlindungan hukum untuk investor. Dengan menggunakan layanan konsumen seperti Kontak OJK 157, masyarakat bisa melaporkan indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku pasar. Selain itu, kehadiran Satuan Tugas Waspada Investasi —yang merupakan kerjasama antara OJK, Polri, Kementerian, dan instansi lainnya— secara proaktif mengungkap berbagai investasi ilegal yang menyasar masyarakat biasa. Dalam beberapa tahun terakhir, Satgas ini telah sukses menutup ratusan lembaga investasi ilegal, meningkatkan rasa aman bagi masyarakat.
Keempat, OJK mendukung inovasi teknologi yang memfasilitasi kemudahan dan keamanan dalam berinvestasi, sambil tetap memperhatikan perlindungan konsumen. Inisiatif pengawasan yang menggunakan teknologi (Suptech dan Regtech) diterapkan untuk memonitor aktivitas pasar secara langsung. Sebaliknya, OJK juga mengatur pelaksanaan layanan keuangan yang berbasis teknologi, seperti platform trading online dan crowdfunding sekuritas fintech, agar tetap aman diakses oleh investor yang masih baru. Aturan baru seperti POJK Nomor 69 Tahun 2022 mengenai Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi adalah contoh nyata dari regulasi progresif OJK yang berupaya mengakomodasi inovasi sekaligus melindungi konsumen.
Kelima, OJK juga berperan secara preventif dengan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kemungkinan risiko yang baru. Dengan menerbitkan secara teratur daftar entitas ilegal, mengeluarkan pengumuman peringatan dini, serta bekerja sama dengan media dan komunitas keuangan, OJK meningkatkan kesadaran bersama tentang pentingnya berinvestasi dengan bijak dan bertanggung jawab.
Akan tetapi, rintangan yang akan datang tidaklah sepele. Dinamika digitalisasi serta munculnya produk-produk investasi baru seperti aset kripto, NFT, dan social trading mendorong OJK untuk senantiasa beradaptasi dan berinovasi dalam strategi perlindungan. Lebih dari itu, cara berinvestasi generasi muda saat ini semakin terpengaruh oleh tren media sosial dan komunitas online yang sering kali mendorong spekulasi tinggi tanpa adanya pemahaman risiko yang cukup.
Sehingga, di masa mendatang OJK harus memperluas kerjasama dengan platform digital, memperkuat regulasi yang berlandaskan prinsip kehati-hatian, dan menggabungkan pendekatan perlindungan konsumen yang berfokus pada perilaku. Hal ini penting untuk memperkuat ketahanan investor pemula di tengah berbagai perubahan pasar.
AULIA FARIZA YS (4012211005)
MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG