PANGKALPINANG, seputarbabel.com Babel Resource Institute (BRiNST) menggelar seminar timah nasional bertajuk ‘Timah Indonesia dan Penguasaan Negara’ yang digelar secara hybrid dan online melalui platform zoom meeting dengan nara sumber Pejabat Gubernur Babel, Ridwan Djamaluddin, Anggota DPR RI, Bambang Patijaya,  Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak SDA dan KND Kementerian Keuangan, Kurnia Chairi dan pengamat nasional, Mamit Setiawan.

“Seminar ini bertujuan mengungkap sejauh mana kedaulatan negara terhadap mineral timah di Indonesia. Disini kita dapat memberi masukan positif, nilai tambah, pemahaman dan regulasi yang dirancang pemerintah pusat serta legislatif dapat berbicara tentang masa depan pertimahan Indonesia,” kata Direktur BRiNST, Teddy Marbinanda, dalam sambutannya membuka seminar tersebut, di Pangkalpinang, Jumat.

Teddy mengatakan, bentuk keterlibatan negara dalam pengelolaan sumber daya mineral ada tiga, yaitu pengaturan (regulasi), pengusahaan (mengurus) dan pengawasan. Aspek pengaturan merupakan hak mutlak bagi negara dan menjadi aspek paling utama yang diperankan negara di antara aspek lainnya.

Namun mengingat karakteristik sumber daya mineral yang unik, kegiatan dalam industri pertambangan secara finansial membutuhkan pendanaan yang cukup besar, maka pengusahaannya dilakukan oleh BUMN atau badan hukum swasta/perorangan dalam wilayah hukum pertambangan di Indonesia dengan regulasi yang berlaku.

Dari pengelolaan pertambangan, negara memperoleh pendapatan negara yang berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pendapatan daerah terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana diketahui bahwa Penerimaan negara yang berasal dari hasil pengusahaan ini dapat berupa penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). PNBP memiliki peranan penting untuk meningkatkan pembiayaan pembangunan.

“Penambangan timah yang telah berlangsung lama sejauh ini masih menimbulkan pro dan kontra khususnya terkait visi utamanya yaitu melahirkan kemakmuran. Apa yang terjadi pada pertambangan timah di Babel telah menunjukkan terjadinya dampak sosial dan kecemburuan sosial. Selain itu, persoalan pengelolaan lingkungan yang menimbulkan kerugian jangka panjang,” ujarnya.

Namun bagaimana kemudian faktual yang terjadi di wilayah pertambangan timah di Bangka Belitung, sejauh manakah penguasaan negara atas pertambangan di Indonesia baik secara regulasi dan pengawasan, kemudian apakah hal tersebut selaras dengan penerimaan negara dari sektor ini.

“Pesan utama yang disampaikan BRiNST dari seminar ini adalah, kedaulatan negara atas sektor pertimahan perlu penguatan, bahwa secara regulasi, pelaksanaan dan pengawasan harus memiliki sinergitas untuk mendukung pendapatan negara, Orientasi seluruh stakeholder untuk bergerak bersama dalam menata industri dan tata niaga timah nasional agar sehat, berkelanjutan, dan membawa manfaat seluas-luasnya khususnya pendapatan negara,” tutup Teddy. (rill/red)