Seputarbabel.com, Pangkalpinang – Sehari setelah pemilihan dewan daerah dan eksekutif wahana lingkungan hidup (Walhi) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Walhi Babel langsung menggelar rapat kerja untuk membahas program kerja, Jumat (16/8/2019) siang. Berbagai isu strategis terkait isu lingkungan mengancam ruang hidup dan penghidupan akan terus digarap Walhi Babel.
Dewan Daerah dan Eksekutif Walhi Babel
Bagaimana isu – isu sektoral di Babel yang mengakibatkan deforestasi, degradasi kawasan hutan dan lahan. Perlindungan ekosistem dan wilayah kelola rakyat kawasan pesisir, isu lingkungan perkotaan. Menurut Direktur Eksekutif Walhi Babel Jessik Amundian, terkait audit lingkungan juga masih akan diusung mereka.
Diakui Jessik, Babel masih darurat ekologis bukan hanya disebabkan aktifitas pertambangan. Perkebunan monukultur secara besar – besaran dan monukultur hutan tanaman industri (HTI). “Tiga hal ini banyak mengancam ruang hidup dan penghidupan, disisi lain kerusakan daerah aliran sungai akibat aktifitas koorporasi dan pelaku industri,” paparnya.
Jessik mengingatkan kondisi bentang alam Babel pada 2014 hanya 1,5 persen, adalah akibat dari perjalan penambangan pasca reformasi. Persoalan pengelolaan pertambangan yang buruk, akibat akses tambang dibuka secara luas. Berdampak buruk bagi kerusakan lingkungan, tidak sebanding dengan pendapat daerah.
Ketika era kejayaan PT Timah Tbk di Babel, saat itu mayoritas masyarakat menjadikan sektor pertanian sebagai penghidupan. Begitu juga ruang hutan dikelola rakyat, yang disebut kelekak oleh masyarakat. “Walau pun soal tata kelola sampai hal tanggung jawab terhadap pemulihan wilayah belum melihat adanya keberhasilan menonjol,” terang Jessik.
Kemudian Walhi Babel juga akan menyoroti masalah isu lingkungan perkotaan yakni terkait mencapai 160 sampai 200 ton. Terkait sampah mereka tidak hanya menilai dari sampah, bagi Walhi perlu diukur kontribusi pelaku industri. “Kita mendorong ada kebijakan yang mampu kemudian mengatasi persoalan sampah di Pangkalpinang,” jelas Jessik.
Ditambah bagaimana isu lingkungan bisa masuk seluruh jenjang dunia pendidikan. Menurut Jessik sikap kritis terhadap isu lingkungan perlu ditanamkan sejak dini pada masyarakat. Sehingga mereka juga memikirkan bagaimana isu lingkungan tidak hanya dipahami oleh mahasiswa. “Bagaimana isu lingkungan bisa masuk dari level kampus sampai ke level terendah,” katanya.