Seputarbabel.com, Pangkalpinang – Proses perdamaian pasca rangkaian insiden penertiban tambang ilegal di kawasan hutan lindung pantai Kecamatan Sijuk, Belitung. Bukan berarti proses pelanggaran hukum, tidak diproses. Bahkan sangat disayangkan jika momentum tragedi Sijuk dibiarkan berlalu. Seharusnya bisa menjadi pintu masuk membenahi tata kelola pertambangan.
Anggota Komite II DPD RI Alexander Fransiscus, menyampaikan terkait memperbaiki carut marutnya tata kelola pertambangan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). “Ini (tragedi Sijuk) menjadi pintu masuk tata kelola penambangan yang carut marut, harus di benahi. Kami dari Komite II DPD RI akan terus mengawal kasus Sijuk,” ungkapnya.
Kepada Gubernur dan Kapolda Babel serta seluruh pemangku kebijakan, harus berani mengambil sikap tegas. Karena timah sebagai sumber daya alam harusnya mampu mensejahterakan masyarakat Babel. Sehingga ketika fakta yang terjadi justru sebaliknya, itu artinya ada tata kelola yang salah. “Seharusnya timah bisa mensejahterakan masyarakat Babel, tapi kenyataannya berbalik,” keluh pria yang akrab disapa Alex ini.
Ia juga menjelaskan jika terkait tragedi Sijuk, bukan hanya perilaku premanisme saja yang harus ditindak aparat penegak hukum. Akan tetapi penerapan undang – undang (UU) pertambangan dan UU Kehutanan. Terkait kawasan hutan yang dilarang untuk diproduksi, apa lagi di eksploitasi lewat pertambangan ilegal. “Penegakan hukum mesti dijalankan seadil – adilnya,” sambung Alex.
Alex juga merasa heran dengan proses penyelidikan dan penyidikan kepolisian, tidak mampu mengungkap penampung timah ilegal tadi. Begitu juga dengan pelaku penambang ilegal di kawasan hutan lindung pantai, mangrove maupun aliran sungai. “Kasus Sijuk tanpa ada yang bermain atau penampung, tidak mungkin masyarakat berani merambah hutan larangan,” bukanya.
Karena belum berhasil mengungkap distribusi hasil timah dan pemilik tambang ilegal sebagai tersangka. Membuat mereka di Komite II yakin terindikasi ada oknum yang membekingi aktivitas tambang ilegal di kawasan hutan lindung pantai itu. “Ada apa ini??? Kami menduga ada oknum pejabat yang membekingi ini sehingga terkesan ditutup – tutupi. Kami berharap media dan masyarakat pro aktif dalam mengungkap kasus ini,” pinta Alex.
Ia juga menambahkan jika posisi Wakil Gubernur Babel Abdul Fatah, bersama Polisi Pamong Praja (Pol PP) serta tim gabungan tidak koordinasi. Justru dijadikan permasalahan, menurutnya bukan sikap yang bijak dalam penegakan hukum. Tapi aksi anarkis penambangan ilegal di kawasan hutan yang dilindungi menjadi bias dalam penindakan. “Kok penegak hukum terkesan tidak berdaya dengan premanisme!? Ini kan jadi tanda tanya besar kami di pusat,” tanya Alex.