TI Rajuk Ilegal Rambah Sungai Manggar, Kerusakan Ekosistem Mangrove Makin Parah

Kerusakan lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Manggar, Kabupaten Beltim terus berlangsung dan dinilai semakin memprihatinkan.

Salah satu TI Rajuk Ilegal yang beroperasi di kawasan hutan Mangrove di alur Sungai Manggar. Foto diambil Jumat, 26 Desember 2025. (Istimewa)

SEPUTARBABEL.COM, BELiTUNG TIMUR – Tambang timah inkonvensional rajuk illegal merambah kawasan hutan bakau (mangrove) alur Sungai Manggar, Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur (Beltim).

Keberadaan tambang liar di Sungai Manggar ini tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga mengancam keberlangsungan hidup satwa endemik dan memicu terjadinya konflik antara manusia dan satwa liar, khususnya buaya.

Pantauan Aktivis Lingkungan Beltim, Yudi Amsoni pada Jumat, 26 Desember 2025 sedikitnya ada sembilan ponton apung TI rajuk tower yang beroperasi di sepanjang alur Sungai Manggar.

Mereka bekerja siang dan malam mengeruk sungai tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan yang menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius dan degradasi habitat alami satwa liar.

Menurut Yudi Amsoni yang akrab disapa Yudi Senga, kerusakan lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Manggar, Kabupaten Beltim terus berlangsung dan dinilai semakin memprihatinkan.

Menurut Yudi aktivitas penambangan rajuk di kawasan tersebut telah terjadi sejak tahun 2016.

“Wilayah yang ditambang awalnya merupakan kawasan hutan bakau (mangrove). Ironisnya, aktivitas tersebut tidak hanya merusak mangrove, tetapi juga telah merambah hingga ke kawasan Hutan Lindung,” kata Yudi saat dikonfirmasi via telepon Sabtu, 27 Desember 2025.

Ia memperkirakan sekitar 30 persen kawasan Hutan Lindung di wilayah tersebut telah mengalami kerusakan berat atau bahkan hilang.

Dampak kerusakan lingkungan ini dirasakan langsung oleh masyarakat pesisir, khususnya nelayan tradisional.

Sejumlah nelayan penangkap kepiting dilaporkan tidak lagi dapat memasang bubu kepiting karena habitatnya telah rusak parah. Selain itu, pencemaran air di DAS Sungai Manggar juga semakin memperburuk kondisi ekosistem perairan,” katanya.

Melihat kondisi tersebut, Yudi mempertanyakan peran dan pengawasan dari Pemerintah Daerah, dinas terkait, serta Polair Polres Beltim.

Ia menilai belum terlihat adanya upaya monitoring dan penindakan yang serius, sehingga aktivitas perusakan lingkungan justru terkesan semakin bebas.

Yudi berharap seluruh pemangku kepentingan bersama masyarakat dapat bersinergi untuk menjaga dan menyelamatkan sisa kawasan hutan yang masih ada, serta melakukan upaya pemulihan terhadap wilayah yang telah rusak.

“Langkah tersebut dinilai penting demi menjaga keberlanjutan ekosistem dan menjamin masa depan generasi mendatang,” katanya. (SeputarBabel.com/tedja pramana)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *