Seputarbabel.com, Pangkalpinang – Relaksasi Pertimahan, memang menjadi setral isu yang sepertinya tersusun dalam skenario pemberian fasilitas Rencana Kegiatan dan Anggaran Belanja (RKAB) milik 3 perusahaan (smelter). Hanya saja Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), membantah soal indikasi pemberian kebijakan ini ‘gagal paham’. Karena menurutnya justru, kebijakan ini bentuk konsistensi kebijakan pemerintah.
Karena menurut Plt Kepala Dinas ESDM Babel Amir Syahbana, terkait fasilitasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Babel, kepada 3 smelter tadi, justru meneruskan kebijakan sebelumnya. “Terkait fasiilitasi pemerintah (Relaksasi Pertimahan), (RKAB dari 3 Smelter) ini memang telah ada persetujuan terhadap quantity tertentu untuk diproduksi dan dijual, karena satu dan lain hal penjualan tersebut tidak terlaksana,” bukanya saat itu.
Ia meyakini wartawan, RKAB 2018 dari 3 smelter penerima fasilitas Gubenur Babel Erzadi Rosman ini tidak bermasalah. PT Bukit Timah dengan stok 550 metrik ton (MT), PT Prima Timah Utama (PTU), stok terdaftar 353 MT dan PT Biliton Inti Perkasa (BIP) 324,37 MT. “Telah ada persetujuan (sebelumnya). Disini perlu konsistensi kebijakan pemerintah, satu sisi pemerintah disini perlu memfasilitasi apa yang telah diputuskan sebelumnya. Sehingga dikeluarkan persetujuan RKAB terhadap stok mereka yang ada pada 2018 lalu, artinya tinggal mereka jual,” jawabnya saat masih menjabat Kepala Bidang Pertambangan dan Logam.
Ditanya soal necara biji, karena kapasitas produksi telah jauh melebih cadangan dari izin usaha pertambangan (IUP). Ia kembali membantah, kemudian menceritakan Presiden Joko Widodo telah mengamanatkan pada sidang kabinet, dalam krisis akibat pandemi Covid-19 diperlukan kebijakan extra ordinary. “Di sini dan sekarang, kekinian dan kedisinian pemerintah provinsi mengambil kebijakan memfasilitasi permohonan penjualan yang 2018 sehingga diharapkan dimasa krisis akibat pandemi covid 19 ini diharapkan menjadi salah satu trigger untuk berputarnya sektor ekonomi real di Bangka Belitung,” jelasnya.
Sebelumnya, Selasa (16/6/2020) Gubernur Babel Erzaldi Rosman, saat ditanya wartawan isu relaksasi pertimahan, hanya memanfaatkan situasi pandemi Covid-19, agar mendapatkan situasi tata kelola pertambangan timah kembali pada situasi ‘bebas pantas’. Ketika pada saat awal mulai berdirinya smelter – smelter, mereka beroperasi dipastikan dengan cadangan ‘bodong’. Mengingat ketika aturan diperketat soal asal usul barang, dengan terukur antara cadangan dan total produksi.
Karena mayoritas smelter berdiri dengan membeli pasir timah dari luar IUP. Membuat smelter – smelter tadi mayoritas tidak lolos karena aturan terkait RKAB dan syarat Competent Person Indonesia (CPI). Karena selama ini beban eksplorasi dan reklamasi sangat minim. Hanya beban operasi dan produksi, mungkin ditambah koordinasi.
Berikut tulisan laman media ini terkait jawaban Gubernur Babel saat itu : Just Klik
Dikonfirmasi ulang, Peneliti Banka Resource Institute (BRI), Teddy Marbinanda Teddy mengaku pesimis dengan alasan Pemprov Babel memberikan fasilitas persetujuan RKAB untuk menggerakkan sektor ekonomi rill. Karena hal tersebut terkait perbandingan harga timah dunia di 2018 dengan 2020. “Kalau cuman melepas stok, habis itu mereka close lagi dan tidak bisa ngapa-ngapain. Jadi khawatir ini cuma jadi kesepakan bersama antara pihak-pihak itu untuk mengambil keuntungan sesaat,” jawabnya.