Oleh: AHMADI SOFYAN
Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya
RADEN AYU Indrawati, ia dikenal masyarakat sebagai salah satu perawat Bung Karno ketika Sang Proklamator tersebut diasingkan di Pesanggrahan Mentok Bangka Barat Kepulauan Bangka Belitung. Sekitar tahun 2019, Penulis sempat beberapa kali silaturrahmi menghadap Ibu R.A. Indrawati untuk sekedar mendengar cerita dan mengobati rasa ingin tahu Penulis tentang sosok beliau.
R.A. Indrawati lahir di Mentok pada tanggal 22 Oktober 1929 dari pasangan Raden Arifin dan Hasnah. Raden Arifin berdarah Palembang dan Hasnah adalah None Belanda yang bernama asli Ana Beerkhout. Tak heran jika paras wajah R.A. Indrawati agak sedikit kebule-bulean, sebab ibunya memang keturunan Belanda. R.A. Indrawati sempat menempuh pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS).
1949, Presiden Soekarno dan beberapa pemimpin bangsa lainnya diasingkan di ketinggian Gunung Menumbing Mentok. Namun karena Bung Karno tidak cocok dengan cuaca yang dingin, maka akhirnya Presiden Pertama RI ini dipindahkan ke Wisma Ranggam Pesanggrahan Mentok. Saat di Pesanggrahan ini-lah, pastinya Bung Karno harus ada yang merawat, melayani kebutuhan sehari-hari, membersihkan kamar dan mendampingi ketika beliau hendak menemui masyarakat atau silaturrahim ke tokoh-tokoh masyarakat di Pulau Bangka. Raden Ayu Indrawati bersama 2 orang kawannya adalah orang yang terpilih untuk melakukan itu. Tentunya sebuah keberkahan bagi rakyat bisa melayani dan mendampingi Bung Karno dalam kesehariannya.
Saat itu, usia R.A. Indrawati berusia sekitar 18 tahun. Ia bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Timah di Kota Mentok. Mendapat tugas mulia mengurus segala kebutuhan Pemimpin Bangsa tentunya sebuah kebanggaan, itulah yang dirasakan R.A. Indrawati yang sempat bercerita langsung kepada Penulis beberapa tahun silam saat Penulis berkunjung ke kediamannya di Mentok. Bagi R.A. Indrawati dan kawan-kawannya, ini adalah bentuk pelayanan rakyat kepada pemimpin.
Sang Pengganti Bunga Mawar di Kamar Bung Karno dari sekian perawat yang ada, hanya R.A. Indrawati yang diperbolehkan masuk ke kamar tidur Bung Karno guna membersihkan kamar dan menggantikan bunga di kanvas diatas meja tidur Bung Karno. Kepada Penulis beberapa tahun silam, R.A. Indrawati menceritakan bahwa setiap 2 hari sekali ia menggantikan bunga di kanvas di atas meja tidur Bung Karno. “Bapak itu suka dengan bunga dan orangnya rapi. Sayalah yang diperbolehkan masuk kamar tidur beliau untuk menggantikan bunga diatas meja” tutur R.A. Indrawati kepada Penulis yang kala itu sudah berada diatas kursi roda, namun masih bisa bercerita tentang pengalaman masa lalunya bersama pemimpin bangsa.
R.A. Indrawati dan teman-temannya juga kerapkali diajak mendampingi Bung Karno untuk bertemu masyarakat. Mereka berjalan kaki ke beberapa tempat dan bertemu para tokoh masyarakat di Mentok atau sekedar menikmati keindahan alam dan pantai di Mentok. Berbagai fhoto kenangan R.A. Indrawati bersama Bung Karno dan masyarakat menjadi bukti bahwa betapa kedekatan pemimpin bersama rakyat saat diasingkan di Pulau Bangka. Pengibaran bendera merah putih ditengah masyarakat seringkali dilakukan oleh Bung Karno di Pulau Bangka. R.A. Indrawati menjadi saksi dan seringkali ikut mendampingi sang Pemimpin itu kala bersama masyarakat. Hal ini nampak dari berbagai fhoto kegiatan Bung Karno di Pulau Bangka, nampak R.A. Indrawati berada bersama Bung Karno dan masyarakat Bangka.
Selain itu, kepada Penulis, R.A. Indrawati menceritakan tentang bagaimana dirinya banyak mendapat nasehat serta petatah-petitih dari Bung Karno. Sosok Bung Karno dimata R.A. Indrawati tidak hanya kharismatik, tapi juga sosok yang cerdas dan berwibawa. “Gantunglah cita-citamu setinggi langit, begitu salah satu nasehat Bung Karno” ungkap R.A. Indrawati kepada Penulis. Selain dengan Bung Karno, R.A. Indrawati juga sangat dekat dengan beberapa pemimpin Bangsa kala itu, seperti Bung Hatta, K.H. Agus Salim dan lain-lain. R.A. Indrawati yang dikenal pandai membuat kue dan memasak itu, kerapkali menyajikan makanan dan beraneka ragam jenis kue kepada Bung Karno. Kue kesukaan Bung Karno adalah Kue Pelite.
Menikah & Berhenti Bekerja Demi Keluarga
Setelah beberapa bulan diasingkan di Pulau Bangka, para Pemimpin Bangsa meninggalkan Pulau yang terkenal dengan timahnya ini. Sepeninggalan para Pemimpin Bangsa itu, R.A. Indrawati dan kawan-kawannya kembali bekerja sebagaimana biasa di Rumah Sakit. Mereka kembali merawat dan melayani para pasien di Rumah Sakit. Namun, tidak beberapa lama kemudian, R.A. Indrawati dilamar oleh seorang pemuda bernama Abdullah Djamaluddin. Pada pemuda inilah R.A. Indrawati melabuhkan cintanya. Keduanya pun melangsungkan pernikahan pada tahun 1949.
Abdullah Djamaluddin adalah Pegawai Negeri di Bea Cukai. R.A. Indrawati selaku isteri pun aktif dalam organisasi kewanitaan pada masa itu. Ia kerapkali mendampingi kegiatan isteri pejabat bea cukai yang datang ke Pulau Bangka.
Setelah membina biduk rumah tangga bersama Abdullah Djamaluddin, R.A. Indrawati memutuskan untuk berhenti bekerja karena ingin menjadi Ibu Rumah Tangga sepenuhnya, melayani sang suami tercinta dan mendidik anak-anak. Dari pernikahan sepasang kekasih ini, dianugerahi 4 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki. 5 orang anak pasangan Abdullah DJamaluddin dan R.A. Indrawati ini adalah (1) Fahmi Herawati (Almarhumah), (2) Zawiyah (Almarhumah), (3) Atika, (4) Heryani dan (5) Ridwan Djamaluddin.
Sosok Ibu yang Tegas dan Teguh Pendirian
Ketika menulis bertemu dan melihat langsung raut wajah R.A. Indrawati, nampak sekali bahwa beliau sosok seorang perempuan yang tegas dan berkelas. Wajahnya serius dan nampak berwibawa walau kala itu usia sudah senja. Sang Putra Bungsu, yang satu-satunya anak laki-laki, yaitu Ridwan Djamaluddin yang saat tulisan ini di rangkai, sedang menjabat sebagai Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI dan Pj. Gubernur Kepulauan Bangka Belitung menceritakan kepada Penulis bahwa sosok ibu tercinta, R.A. Indrawati adalah sosok perempuan yang tegas dan sangat teguh dalam pendirian. “Selain tegas dan teguh dalam pendirian, beliau itu berpikiran sangat maju dan realistis sekali. Anak-anaknya wajib menempuh pendidikan tinggi dan benar-benar diperhatikan kebutuhan anak-anaknya” ungkap mantan Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Kemenko Marves RI.
Laki-laki kelahiran 24 Maret 1963 ini menceritakan bahwa sosok ibunda tercinta, R.A. Indrawati sosok Ibu yang sangat melindungi anak-anaknya. “Dia menjaga saya ini diibaratkan seperti orang memegang telur, jangan sampai jatuh dan pecah. Pergaulan saya sangat dijaga ketat, harus tahu siapa teman bermain saya. kalau saya bermain sepeda depan rumah yang bertebing itu, pas turun tebing, ibu bisa menjerit ketakutan. Beliau selalu was-was dengan keadaan saya dan kakak-kakak saya. Sedikit saja telat pulang dari bermain, kami pasti dicarinya” tambah Ridwan Djamaluddin kepada Penulis sambil menikmati secangkir kopi di teras Rumah Dinas Gubernur Kepulauan Bangka Belitung.
Ada hal yang paling diingat oleh putra bungsu R.A. Indrawati ini, yakni sang ibunda tercinta paling sumeringah wajahnya kalau jadwal penerimaan raport anak-anaknya. “Ibu saya sangat berseri-seri mukanya datang dan pulang dari sekolah saat penerimaan raport. Nampak sekali kebahagiaannya, sebab memang nilai sekolah anak-anaknya semua memuaskan bagi seorang Ibu. Ini menunjukkan betapa pada pendidikan Ibu itu sangat antusias” ungkap peraih gelar master dari Univesitas Twente Belanda ini.
Karena sempat dianggap overprotektif, Ridwan Djamaludin sebagai satu-satunya anak laki-laki sempat berpikir kala itu ia tidak akan bisa berjauhan dengan kedua orangtuanya, terutama ibunda tercinta, R.A. Indrawati. Setamat SMP, keinginan dirinya untuk melanjutkan pendidikan diluar Pulau Bangka rasanya akan sulit didapatkan restu dari sang Ibu. Tapi ternyata, sebaliknya, ketika Ridwan Djamaluddin yang kala itu berusia 16 tahun menyampaikan keinginannya untuk melanjutkan SMA di Bandung dengan target setamat SMA masuk ITB, justru diluar dugaan, sang ibunda sangat mendukung bahkan memberikan dorongan yang luar biasa. “Justru yang agak keberatan adalah ayah, tapi ibu malah sangat mendorong demi masa depan anak-anaknya” cerita alumni ITB Bandung ini kepada Penulis.
Bisa jadi, pola pikir agar anak-anaknya menempuh pendidikan setinggi mungkin ini, tidak lepas dari pengalaman dan petatah-petitih Bung Karno kepada R.A. Indrawati kala dulu ia sering bersama Sang Proklamator. Pun demikian dengan ketegasan dan teguh dalam prinsip, namun R.A. Indrawati sangatlah penyayang pada anak-anaknya ini.
Sebab, walau dirinya dikenal sangat tegas dan teguh dalam prinsip, tapi R.A. Indrawati adalah sosok ibu yang sangat penyayang. Semarah apapun ia kepada anak-anaknya, ia tidak pernah memukul anak-anaknya. “Jangankan memukul, menjewer dan mencubit saja tidak pernah” kenang Ridwan Djamaluddin. “Saya teringat pesan ibu, belajar baik-baik, selesaikan sekolah dan dalam bergaul harus pandai menjaga perasaan orang” tambah Pj. Gubernur Kepulauan Bangka Belitung ini.
Hobi Memasak dan Membuat Kue
Setelah memutuskan tidak lagi bekerja sebagai Perawat di Rumah Sakit, R.A. Indrawati banyak menghabiskan waktunya di rumah bersama suami dan mendidik anak-anak. R.A. Indrawati menyibukkan diri dengan mengolah kemampuannya yang pandai memasak dan membuat aneka ragam kue.
Kepandaian memasak dan membuat aneka ragam kue inilah yang menjadi salah satu agar anak-anaknya tidak banyak bermain diluar. R.A. Indrawati memanjakan anak-anak dan para sahabat mereka dirumah dengan kue dan makanan yang diolah tangannya sendiri. “Bukan hanya teman-teman saya, tapi teman-teman kakak-kakak saya juga menjadikan rumah kami tempat ngumpul. Karena Ibu suka memanjakan kami dengan kue dan makanan. Ini salah satu cara ibu agar kami tidak banyak bermain diluar. Ayah sama Ibu sangat menikmati suasana rumah yang ramai itu” ujar Ridwan Djamaluddin sambil tersenyum mengenang sang Ibunda tercinta, R.A. Indrawati.
Kepandaian R.A. Indrawati membuat kue dan memasak hingga diusia senjanya. Beberapa jenis kue yang dibuat oleh R.A. Indrawati antara lain: kue Pelite, kue Rintak, Kue Sempret, Kue Semprong, Kue Satu dan masih banyak lagi lainnya. saat lebaran tiba, R.A. Indrawati tidak pernah membeli kue, tapi semua yang tersaji di atas meja adala kue bikinan sendiri. “Dirumah selalu tersedia “batu iser” untuk menghaluskan bahan dasar membuat kue” kata putra bungsu R.A. Indrawati, Ridwan Djamaluddin. Menurut Ridwan Djamaluddin, selain aneka kue, masakan ibunya sangat disukai anak-anaknya dan para sahabat mereka. “Ibu itu suka masak, enak banget, apalagi nasi gorengnya sangat-sangat enak. Biasanya ibu juga masak gulai atau lempah udang, ikan pari dan ketupat sayur” ungkap peraih Penghargaan 101 Inovasi Paling Prospektif dari Menteri Riset dan Teknologi (Menristek RI) tahun 2009 ini.
R.A. Indrawati juga aktif setiap tahun merayakan ulang tahun anak-anaknya. Pada era itu, merayakan ulang tahun sangat jarang dilakukan oleh masyarakat di Pulau Bangka, tapi R.A. Indrawati selalu merayakan ulang tahun anak-anaknya dengan cara mengundang kawan-kawan sang anak dan tetangga, lantas mereka disajikan makanan berupa nasi kuning dan aneka ragam kue bikinannya sendiri.
Berharap Anaknya Menjadi Dokter
Dalam masalah pendidikan anak-anaknya, bagi sosok R.A. Indrawati sangatlah penting. ia sangat berharap anak-anaknya mampu menyelesaikan pendidikan setinggi mungkin dengan meraih cita-cita setinggi langit, sebagaimana pesan Bung Karno yang selalu ia ingat. Ketika putra satu-satunya Ridwan Djamaluddin menamatkan SMA di Bandung, R.A. Indrwati hadir menyaksikan anaknya menyelesaikan pendidikan menengah atas itu. Kepada anak bungsunya itu, ia menanyakan hendak kuliah dimana? Mendengar pertanyaan sang ibunda tercinta, Ridwan Djamaluddin pun menjawab bahwa dirinya hendak kuliah mengambil jurusan geologi. Namun R.A. Indrawati sempat melarang dengan mengatakan: “Jangan, nanti kayak Pak Su Bungsu-mu, suka naik gunung dan gunungnya meletus” ungkapnya cemas. Pak Su Bungsu yang dimaksud adalah keluarga R.A. Indrawati yaitu laki-laki kelahiran Bangka, Prof. M.T. Zen (Guru Besar Geofisika ITB).
R.A. Indrawati sangat berharap diantara anak-anaknya ada yang menjadi Dokter, terutama putra bungsu, Ridwan Djamaluddin. Mungkin hal ini didasari dirinya dulu pernah menjadi seorang perawat di Rumah Sakit. Harapan sang anak untuk meraih pendidikan kedokteran pupus, ternyata anaknya lebih cenderung memilih jurusan lain. Bagi R.A. Indrawati hal ini bukanlah masalah, sebab dirinya memberikan kebebasan bagi anak-anaknya untuk meraih jurusan yang diinginkan.
Namun, doa dan harapan agar anaknya menjadi dokter terjawab ketika Ridwan Djamaluddin menikahi seorang perempuan bernama Sri Utami Soedarsono, keponakan Badaruddin Jusuf Habibie (Presiden RI ke-3). Sri Utami Soedarsono adalah seorang dokter gigi yang dinikahi oleh Ridwan Djamaluddin pada saat ia masih kuliah di UNPAD dan Ridwan Djamaluddin sudah 1,5 tahun menjadi alumni ITB. “Saya bertemu ibu saat masih SMA dan akhirnya kami menikah saat saya sudah selesai kuliah di ITB dan bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)” ceritanya kepada Penulis. Akhirnya, harapan dan doa R.A. Indrawati terjawab walau dirinya berharap sang anak menjadi dokter, tapi ternyata ia mendapatkan menantu seorang dokter, drg. Sri Utami.
Mulai Kesepian Kala Sang Suami Tiada
R.A. Indrawati yang akrab disapa masyarakat Mentok dengan panggilan “Bibi Mas” atau “Cik Mas” ini pada tahun 1990 bersama sang suami tercinta, Abdullah Djamaluddin, oleh anak-anaknya mereka diberangkatkan ke Tanah Suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Pada tahun itu terjadi tragedi terowongan Mina, Alhamdulillah keduanya selamat hingga kembali ke tanah air. Karena komunikasi belumlah secanggih sekarang ini, anak-anak dan keluarga yang ada ditanah air sempat cemas dan hanya bisa menonton pemberitaan tragedi tersebut melalui televisi. Namun setelah beberapa hari, akhirnya mereka bisa mendapatkan kabar langsung bahwa R.A. Indrawati dan Abdullah Djamaluddin dalam keadaan selamat dan sehat wal afiat.
Pada tahun 1996, sepulang dari Jebus, Abdullah Djamaluddin duduk santai diteras rumah. Tiba-tiba diteras rumahnya itu, ia terkulai lemas dan meninggal dunia tanpa ada tanda-tanda sakit sebelumnya. Mendapati kenyataan sang suami tercinta meninggal dunia, R.A. Indrawati mulailah hilang keceriaannya dan nampak hari-harinya dirundung kesedihan. Apalagi putra bungsu dan satu-satunya anak-anak laki-laki (Ridwan Djamaluddin) saat itu sedang menempuh pendidikan Doktoral di jurusan Geografi di Universitas Texas A&M Amerika Serikat.
Mengatasi rasa sepi dan sedih ditinggalkan sang suami, R.A. Indrawati kerapkali diajak oleh anak-anaknya jalan-jalan dan ke Jakarta, Bandung atau ke tempat-tempat lainnya. Anak-anaknya yang boleh dikatakan sudah sukses dalam bidang dan profesi masing-masing, berusaha memanjakan R.A. Indrawati. “Ibu memang sangat kehilangan ayah dan ketika ayah meninggal dunia, nampak sekali kesendiriannya” ujar Ridwan Djamaluddin.
Dikunjungi keluarga Bung Karno dan Bung Hatta
Jasanya kepada Bung Karno kala diasingkan ke Pulau Bangka, membuat R.A. Indrawati menjadi bagian dari sejarah perjalanan Bapak bangsa. Oleh karenanya, R.A. Indrawati kerapkali di kediamannya di Mentok Bangka Barat dikunjungi oleh orang-orang yang ingin tahu tentang cerita Bung Karno saat diasingkan di Mentok. Berbagai fhoto Bung Karno saat di Mentok terpampang di dinding rumah R.A. Indrawati.
Ternyata, tidak hanya masyarakat Bangka, keluarga besar Bung Karno dan Bung Hatta juga pernah silaturrahim menemui R.A. Indrawati. Pun demikian dengan Pengurus Organisasi yang dijalankan oleh Keluarga Bung Karno. Bagi mereka R.A. Indrawati bagian dari keluarga besar Bung Karno. Oleh karenanya, R.A. Indrawati kerapkali diwawancarai oleh berbagai media baik cetak maupun televisi. Walaupun hanya dalam hitungan bulan, namun kisah dan perjalanannya hidupnya saat menjadi perawat Sang Proklamator membuat diri R.A. menjadi bagian dari perjalanan Bapak Bangsa.
Meninggal Dunia di Usia 93 Tahun
Masa tua R.A. Indrawati didampingi anak-anak dan cucu-cucunya di kediamannya di Mentok. Rumah yang ia tinggali berarsitektur Belanda sangatlah asri. Didinding rumah nampak berjejer fhoto-fhoto masa silam, terutama para pendiri Bangsa selama di Pulau Bangka. Beberapa fhoto,nampak R.A. Indrawati bersama para pemimpin bangsa. Beberapa kali Penulis menyambangi beliau dan disambut begitu ramah dari atas kursi roda. Beliau masih sempat menceritakan beberapa hal tentang masa lalunya bersama para Pendiri Bangsa kepada Penulis.
Walaupun hanya bisa beraktivitas di kursi roda, ternyata hobi memasak dan membuat kue tetap tak bisa ditinggalkan. R.A. Indrawati tetap menjalani hobinya dalam memasak dan membuat kue. Dari atas kursi roda, ia tetap memasak untuk dirinya dan anak-anak atau cucu-cucu yang datang ke rumah. Kue bikinannya itu seringkali dikirim ke cucu-cucu di Jakarta. “Biasanya dikirim ke Jakarta, kue sempret, tapi oleh anak saya disebut Kue Timah dari Nyai” ujar Ridwan Djamaluddin.
Usia yang kian senja, membuat R.A. Indrawati sudah merasakan sakit di kaki dan susah untuk berjalan, sehingga dirinya harus menggunakan kursi roda disaat usia senja. Ia mulai merasakan sakit di kaki pada sekitar tahun 2013/2014. Namun demikian, ia tidak mengeluh dan tidak mengurangi aktivitasnya dari memasak, membuat kue dan mengurus rumahnya dan masih mampu berjalan. Pada tahun 2018, kondisinya kakinya mulai membuat susah beraktivitas. Ia pun terpaksa harus menggunakan kursi roda untuk beraktivitas dan menyalurkan hobinya.
Pada tanggal 3 Januari 2022, dalam usia 93 tahun, di RS KIM (Rumah Sakit Kalbu Intan Medika) Kota Pangkalpinang, Sang Perawat Bung Karno ini menghembuskan nafas terakhirnya. Para pelayat mengantarkan kepergian R.A. Indrawati ke pemakaman dan puluhan karangan bunga duka cita, termasuk dari Megawati Soekarno Putri (Presiden RI ke-5) memenuhi area rumah duka. Beberapa bulan setelah kepergian dirinya, sang putra, Ridwan Djamaludin yang sedang menjabat Dirjen Minerba Kementerian ESDM dipercayakan oleh Presiden RI melalui Menteri Dalam Negeri menjadi Pj. Gubernur Kepulauan Bangka Belitung.
Selamat jalan Ibu R.A. Indrawati, semoga kiprahmu dan jasa tercatat sebagai amal ibadah yang melapangkan jalan ke Sorga Allah SWT. Aamiin ya robbal alamiin……..(*)