Seputarbabel.com, Pangkalpinang – 271 triliun menjadi 300 triliun adalah kerugian ekologis, angka ini sejak awal dihembus Kejaksaan Agung. Dalam dakwaan atas korupsi tata kelola pertimahan, ada angka 29 triliun dari pembelian biji timah dan sewa lebur PT Timah dengan pihak smelter. Berikut pernyataan dalam dialog kabar petang tvOne. “Vonis Ringan Harvey, Rp 300 T Bisa Kembali?
Menurut Pakar Hukum Pidana UI, Gandjar Laksamana Bonaprapta, Kejaksaan Agung memilih kerugian perekonomian negara dalam bentuk kerusakan lingkungan. “Ini menjadi perdebatan, yang kita perdebatkan kalau bicara kerusakan lingkungan sebagai akibat korupsi. Maaf ya, semua nambang merusak lingkungan ada memang menambang yang tidak merusak lingkungan?,” katanya.
Sebelumnya, Gandjar mengingatkan jika tdak ada frasa kerugian negara dalam tindak pidana korupsi. “Adanya kerugian keuangan negara, kerugian perekonomian negara. Jaksa dalam hal ini memilih frasa kerugian perekonomian negara dalam bentuk kerusakan lingkungan,” terangnya.
Ia menyarankan, seharusnya delik hukum yang digunakan jika memang mampu membuktikan kerugian keuangan negara maupun kerugian perekonomian negara. Jaksa tidak menuntut jauh dari hukum maksimal 20 tahun. “Menurut saya, begini ada korupsinya, mungkin ada penggelapan pajak, ada delik pajak. Tidak kena (di delik penggelapan) pajak. Mungkin ada gak bayar royalti, dijerat sendiri. Mungkin ada delik lingkungan itu dijerat sendiri,” ungkap Gandjar.
Walau pun dirinya pesimis, jika pengembalian kerugian keuangan maupun kerugian perekonomian negara Rp 300 triliun. “Dari total semua terdakwa, uang kerugian keuangan negara totalnya 20 triliuan aja udah bagus. Jadi saya sepakat dengan bang Nasir, kenapa 300 miliar yang sejak awal digaungkan kejaksaan. Tapi pada tuntutan seperti ada keraguan,” papar Gandjar.
Sebelumnya anggota Panja Penegakan Hukum SDA Komisi III DPR RI M Nasir Djamil. Dalam kasus korupsi tata kelola pertimahan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Juga mempertanyakan soal angka 300 triliun yang dimunculkan Kejaksaan sejak awal. “Kenapa dituntut 12 tahun, kalau kerugian 300 triliun,” sambungnya.
Ia menjelaskan jika memang ada keyakinan material hukum soal kerugian, apalagi ada TPPU yang didakwakan. Seharusnya 12 tahun angka tuntutan jaksa tidak akan muncul, melainkan mendekati 20 tahun. “Itu seharusnya lebih dari 12 tahun dituntun, apalagi ada tindak pidana pencucian uang. Jadi di satu sisi kita apresiasi, disisi lain kita juga mempertanyakan tuntutan 12 tahun ini, tanda kutip (kejaksaan) ragu, sehingga tidak menuntut lebih,” ungkap Nasir.
Perlu diketahui, jika angka dampak kerugian perekonomian negara yang digaungkan kejaksaan sejak awal oleh Kejaksaan. Membuat perekonomian Babel berdampak, hingga pertumbuhan tidak sampai satu persen.
Belum lagi, Harvey memang dikenal di Babel sebagai operator terkait bisnis pertimahan. Ia sejak awal datang ke Babel mulai memainkan perannya mengatur pasokan biji timah ke smeler, jauh sebelum kerja sama antara PT Timah dan beberapa smelter dilakukan. Bahkan Harvey adalah otak dari kerjasama beli biji timah dan upah lebur PT Timah dengan beberapa smelter tersebut.