Belitung, seputarbabel.com – Adanya perubahan ketentuan terkait analisis dampak lingkungan (Amdal) dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja membuat proses Amdal ini menjadi sangat sederhana sesuai dengan tujuan Omnibus Law.
Akan tetapi, menurut Jubir Forum Kerja Bersama (FKB) Yusuf Black mengatakan Itu hanyalah menguntungkan para pelaku usaha namun merugikan rakyat yang terdampak.
Menurutnya Amdal adalah dokumen yang wajib dimiliki sebuah bisnis yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Ketentuan ini diatur dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau UU PPLH. Ia juga menjelaskan, bahwa prinsip dari dampak penting ini tidak dihapus oleh Omnibus Law. Dalam Pasal 23 UU PPLH.
“Jadi Ada 9 jenis bisnis yang wajib dilengkapi dokumen amdal dan itu masih tetap berlaku,” tegasnya.
Lanjutnya, peran pemerhati lingkungan hidup dicoret tapi disinilah perubahan krusial terjadi. Saat 9 jenis bisnis ini ingin menyusun dokumen Amdal, mereka harus melibatkan masyarakat, sesuai pasal 26 UU PPLH.
Kemudian menurut Pria yang akrab disapa Bung Black itu menyampaikan, bahwa ada tiga unsur masyarakat yang terkena dampak, salah satunya pemerhati lingkungan hidup yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.
“Dalam Omnibus Law, tidak ada lagi tempat untuk pemerhati lingkungan hidup. Hanya tertulis bahwa penyusunan dokumen Amdal melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap bisnis tersebut,” ujarnya.
Kemudian ada hak keberatan yang dihapus dalam Pasal 26 UU PPLH, ada satu ayat yang memberikan hak bagi masyarakat untuk mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal yang sedang disusun oleh 9 jenis bisnis tadi. Tapi dalam Omnibus Law, ayat yang mengatur ini hilang. Kenapa? ini yang juga menjadi sorotan dari Bung black.
“Amdal sebenarnya masih ada, tapi esensinya berkurang terkait partisipasi publik,” jelasnya.
Lanjut Bung Black, Omnibus Law telah menyebabkan partisipasi masyarakat dalam Amdal berkurang. Dalam UU PPLH, masyarakat bisa terlibat dalam penyusunan, penilaian, dan keberatan terhadap dokumen Amdal.
Tapi sekarang partisipasi masyarakat hanya akan ada di tahap penyusunan Amdal saja. Hilangnya peran masyarakat di tahap penilaian terjadi karena Omnibus Law resmi menghapus komisi penilai Amdal.
Komisi penilai Amdal dihapus Inilah perubahan krusial berikutnya. Saat 9 bisnis ini telah selesai menyusun dokumen amdal bersama masyarakat terdampak, maka akan diuji oleh Komisi Penilai Amdal yang diatur dalam Pasal 29 UU PPLH. Komisi ini dibentuk oleh kepala daerah setempat.
Enam unsur ada di dalamnya yaitu dua dari pemerintah, dua dari tim pakar, dan satu wakil masyarakat yang berpotensi terdampak, dan organisasi lingkungan hidup. Omnibus Law men
“Saya menyarankan Bupati Belitung dan DPRD Kabupaten Belitung menyurati presiden agar menerbitkan perpu, supaya Omnibus Law di batalkan,” pintanya.