Seputarbabel.com, Pangkalpinang – Teknologi penambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) terus dikembangkan agar memiliki dampak kerusakan yang minim. Sebagai perusahaan anak holding tambang, PT Timah Tbk telah menyiapkan alat produksi biji timah yang ramah lingkungan. Bor Hole Mining (BHR) merupakan teknologi penambangan tadi, yang akan digunakan rakyat penambang di lokasi produksi PT Timah.
Kepada wartawan beberapa waktu lalu Direktur Operasional dan Produksi PT Timah, Alwin Albar memang telah membuka rencana alat teknologi tersebut. Menurutnya dalam rangka memaksimalkan target produksi serta meminimalisasi dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan, PT Timah berupaya melakukan inovasi dan maeningkatkan kualitas alat produksinya. “Dengan bor hole mining bekas galian tambang tidak seperti sekarang,” jelasnya.
Salah satu inovasi alat tambang tersebut disebut PT Timah dengan Tambang Kecil Terintegrasi (TKT), yakni teknologi yang digunakan dalam pola penambangan bawah permukaan atau biasa disebut sub-surface hydrolic mining, yakni penambangan semprot yang dilakukan di bawah tanah.
Dengan TKT, dapat mengakomodir keterlibatan masyarakat tanpa mengakibatkan kerusakan lingkungan. Direktur Operasional PT Timah Alwin Albar Senin (30/7/2018) menjelaskan, teknologi yang diterapkan adalah inovasi alat tambang yang akan digunakan dalam pola penambangan bawah permukaan dengan menggunakan teknik penambangan semprot. “Penambang tidak perlu lagi membuka permukaan tanah secara luas. Ada alat yang diberi nama borehole mining (BHM),” kata Alwin.
Menurutnya, dengan teknologi ini kini penambang tidak lagi menimbulkan kolam-kolam luas seperti sekarang ini. “Ini merupakan jawaban dari keinginan presiden agar masyarakat tidak disingkirkan dalam kegiatan pertambangan,” tambahnya.
Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk, Amin Haris Sugiarto mengatakan TKT bisa dijadikan solusi sebagai pola penambangan yang cukup ramah lingkungan. Sebab, secara teknis, alat ini terbukti mampu menambang timah aluvial dengan efektif dan efisien, tanpa harus melakukan bukaan area yang luas.
“Alat ini tidak perlu mengupas overburden dan hanya memerlukan bukaan vegetasi yang sangat minimal. Keunggulan kompetitif alat ini yakni mampu menambang timah yang spotted namun high grade, di mana alat tambang lain sulit untuk menambangnya secara ekonomis,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/8/2018) lalu.
Amin menjelakan, keunggulan lain sub-surface hydrolic mining antara lain; luasan area penambangan dan potensi limbah minimal, kegiatan land clearing dan stripping overburden minimal, penggalian bijih (ore) lebih maksimal serta akspek keselamatan (safety) bisa lebih dimaksimalkan. “Eksperimen alat ini sudah dilakukan sejak akhir 2012. Tahun 2015 dilakukan proses paten dan mulai dioperasikan pada Februari 2018,” kata Amin.
Dikatakan Amin, saat ini teknologi sub surface mining baru dioperasikan untuk penambangan di darat. Targetnya, tahun depan dengan prototype yang sama, PT Timah akan mengoperasikannya di laut. PT Timah berencana menggandeng masyarakat sebagai mitra untuk menggunakan teknologi tersebut. “Sekarang yang hampir availabe ada 100 unit. Kami baru mendistribusikan sebanyak 30 unit untuk penambangan di Bangka, dan 10 unit di Belitung. Memang masih belum banyak karena pendistribusian baru dibuka pada Mei kemarin,” tutur Amin.