Amung Tjandra, Tokoh Tionghua Pemersatu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2)

 

Oleh: AHMADI SOFYAN
Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya

“Amung Tjandra adalah generasi “yang tersisa” dari sejarah perjuangan relatif panjang dalam membentuk Provinsi Bangka Belitung”. Dia termasuk Inspirator…………”

(Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra)

SETELAH sekian puluh tahun tiarap dari perjuangan Pembentukan Provinsi Bangka Belitung oleh pidato orang kepercayaan Presiden Soeharto, Ali Moertopo, tibalah saatnya reformasi bergulir pada tahun 1998. Menurut Amung Tjandra, sebagai tokoh perjuangan era sebelumnya, pada era reformasi ini ia kembali bersemangat untuk memperjuangkan Bangka Belitung berpisah dari Sumatera Selatan. Ibarat kata, “harimau keluar dari sarangnya”. Menurut Amung Tjandra, yang membangkitkan kembali semangat juang itu adalah anak-anak muda yang sering disebut oleh banyak orang sebagai “orang gila”, yaitu Johan Murod, Agus Adaw dan Eddy Jajang

3 anak muda ini rajin datang dan diskusi kepada para tokoh pejuang yang tiarap, termasuk Amung Tjandra. Menurut Amung Tjandra, perjuangan generasi ketiga ini memiliki batu sandungan yang juga tak kalah luar biasa. Tak sedikit yang kontra dan meremehkan perjuangan mereka. Bahkan cap kalimat “orang gila” kepada Johan Murod, Agus Adaw dan Eddy Jajang cukup bergema. Tapi mereka tidak peduli, tak hanya dijalankan pada diskusi, namun aksi dilakukan dengan memanfaatkan profesi Eddy Jajang sebagai Wartawan untuk provokasi di media cetak, Sriwijaya Pos. Pada tanggal 21 Januari 1999, harian Sriwijaya Pos menulis headline berjudul: “Babel Layak Jadi Provinsi”. Selanjutnya harian cetak Bangka Pos menjadi salah satu “provokator terbaik saat itu dengan mottonya setiap hari, “Yuk, Kite Punya Provinsi”

Dalam catatan sejarah Perjuangan Pembentukan Provinsi Bangka Belitung generasi ketiga ini cukup mengundang pro kontra. Namun, dengan kekompakan para tokoh lintas generasi Bangka, Belitung dan masyarakat Bangka Belitung di Jakarta, Melayu maupun Tionghua, bersatu padu menjadikan Bangka Belitung sebuah Provinsi baru, terlebih lagi saat itu ada putra daerah yang menjadi Menteri, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra. Berbagai pertemuan perjuangan bersejarah yang diawali dari Gedung Hamidah Pangkalpinang (kini oleh Kepemimpinan Walikota Molen sekarang, berubah menjadi Restoran Pizza Hut), pertemuan Century Park Hotel, DPR RI, Memorandum, Pengumpulan Dana, Pertemuan Cikopo, dan berbagai kisah serta para pejuang memiliki peran masing-masing yang patut diapresiasi.

Kiprah Amung Tjandra dalam Perjuangan Generasi Ketiga

Dalam perjuangan generasi ketiga ini, Amung Tjandra sebagai Penasehat Komite Perjuangan Provinsi Bangka Belitung yang diketuai oleh Ahmad Rusdi. Ternyata perjuangan orangtua bernama Amung Tjandra ini tidak pudar, justru semakin berkobar, apalagi didampingi para tokoh-tokoh muda yang disebut “orang gila” seperti Johan Murod, Agus Adaw, Eddy Jajang dan lain-lain.

Sebagai tokoh senior, Amung Tjandra pun harus kembali beraktivitas dalam perjuangan yang sudah lama ia lakukan dulu bersama teman-temannya. Ia pun harus bolak balik ke Jakarta menemui para tokoh Bangka Belitung di Jakarta guna menyamakan persepsi. Mereka juga menemui Anggota DPR RI fraksi Golkar yang berasal dari Bangka Belitung, Azhar Romli. Kepada Azhar Romli mereka meminta dipertemukan dengan Ketua DPR RI.

Karena merasa tidak memiliki legetimasi (tidak ada mandat dan bukan dibentuk oleh DPRD), maka Amung Tjandra meminta redaksi surat permohonan pertemuan dirubah. Selanjutnya berangkatlah Amung Tjandra dan kawan-kawan, termasuk Hudarni Rani dan Darmansyah Husein ke DPR RI lagi.
Karena tidak memiliki bahan untuk pertemuan dengan pimpinan DPR RI, Johan Murod tiba-tiba mem-fhotocopy pernyataan Amung Tjandra yang dimuat di harian Bangka Pos sebagai bahan pertemuan. Ketika pertemuan itu terlaksana, banyak tokoh yang angkat bicara. Pada saat itulah, tampil Amung Tjandra dengan gaya khasnya tegas, lugas dan teratur dengan kalimat:
“Kami disini bukan ueforia dan bukan pula latah. Kami tidak sama dengan daerah-daerah lain yang memperjuangkan diri jadi Provinsi. Kami hadir disini bukan memperjuangkan Provinsi, tapi kami MELANJUTKAN perjuangan yang sempat terhenti, karena 30 tahun yang lalu saya berada di Gedung DPR ini untuk menuntut hal yang sama”

Mendengar pernyataan tokoh senior yang sudah tak muda lagi ini, Pimpinan DPR RI sempat tertegun. Lalu Amung Tjandra maju kedepan menuju meja Pimpinan DPR RI dengan membawa dokumen perjuangan masa lalu, yaitu Parlementaria DPR RI yang asli pada tahun 70-an. Dalam Parlementaria tersebut diperlihatkan oleh Amung Tjandra Draf RUU Usul Inisiatif Pembentukan Provinsi Bangka Belitung yang sudah dibicarakan dan dibahas pada masa DPR GR tahun 70-an.

Melihat aksi Amung Tjandra diluar dugaan ini, salah satu Anggota DPR RI yang juga mantan Bupati Bangka, R. Hariono kaget sekaligus kagum, sebab Amung Tjandra masih menyimpan dokumen berharga tersebut. Akhirnya, hasil dari pertemuan dan aksi Amung Tjandra tersebut, para tokoh Bangka Belitung meminta DPR RI agar membuat catatan untuk disampaikan dan menjadi pembahasan bagi DPR RI yang baru nantinya. Mereka pun menyetujui dan menyanggupi. Para tokoh pejuang Bangka Belitung ini pun lega dan riuhlah tepuk tangan di Senayan.

Di usianya yang sudah kian senja, Amung Tjandra terus aktif dalam perjuangan yang belum usai ini. Ia tidak pernah lelah, tetap ada bersama orang-orang yang jauh lebih muda dari dirinya. Bersama generasi muda ia ada untuk menyemangati dan sebagai pemersatu disaat ada riak-riak perpecahan. Berbagai pertemuan baik formal maupun non formal, Amung Tjandra selalu hadir, baik itu di Bangka, Belitung, Bogor dan Jakarta. Amung Tjandra pun turut hadir dengan melakukan lobi dan pressure (tekanan) kepada Anggota DPR RI. Di pertemuan Cikopo, Amung Tjandra turut andil dalam perumusan Personalia Presidium Perjuangan Pembentukan Provinsi Bangka Belitung. Dalam komposisi ini, Amung Tjandra duduk sebagai Penasehat Presidium.

Sebelum hari bersejarah 21 November 2000, para pejuang pembentukan Provinsi Bangka Belitung mengundang masyarakat luas untuk menghadiri ketuk palu disahkannya Provinsi yang ditunggu. Pada saat itu dibagikanlah selebaran tersebut yang berupa ajakan kepada seluruh masyarakat Bangka Belitung dengan diawali kalimat salam “Fan Ngin Thong Ngin Jit Jong” yang ditandatangani oleh H. Romawi Latief (Mewakili Generasi Pertama 1956), Amung Tjandra (Mewakili Generasi Kedua, 1970), Johan Murod dan Agus Adaw (Mewakili Generasi Ketiga 1999/2000). Dalam surat yang berbentuk selebaran itu, ditandatangani oleh Bupati Bangka, Eko Maulana Ali dan Walikota Pangkalpinang, Sofyan Rebuin.

21 November 2000, penantian panjang dari perjuangan 3 generasi membuahkan hasil nyata yang patut disyukuri, yakni Bangka Belitung sah menjadi Provinsi sendiri yang bernama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Setelah resmi menjadi Provinsi, maka Pemerintah Pusat menunjuk Amur Muchasim sebagai Penjabat Gubernur. Salah satu tugas pokoknya adalah membentuk DPRD Provinsi dan anggota-anggotanya. Untuk itu dibentuklah suatu badan yang namanya PPK (Panitia Pengisian Keanggotaan) DPRD Provinsi. Adapun anggota PPK ini terdiri dari 5 orang dengan SK Menteri Dalam Negeri. Mereka semua adalah putra daerah, yaitu: Drs. Helmi Yudha, H.M. Ali Umar Baki, Amung Tjandra, Drs. H. Supron Azhari dan Drs. Hasanuddin. Mereka berlima inilah yang membidani lahirnya DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Apakah para Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung paham dan mengingat nama-nama mereka ini? Padahal diantara 5 orang itu, masih ada lho yang masih hidup sampai tulisan ini diterbitkan, yaitu Drs. H. Supron Azhari.

Nasionalis Sejati NKRI & Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Setelah Bangka Belitung menjadi Provinsi, Amung Tjandra yang sudah berusia senja hidup bersama sang isteri tercinta sambil terus memantau perkembangan pembangunan Bangka Belitung. Pada setiap 1 Januari, kediaman Amung Tjandra selalu ramai didatangi handai taulan, pejabat daerah, kolega dan tetangga, karena setiap awal tahun baru, Amung Tjandra merayakan Natal sekaligus tahun baru.

Ditengah masyarakat Bangka Belitung, Amung Tjandra menjadi orangtua pelaku sejarah pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung lintas generasi, lintas suku dan lintas agama. Banyak anak-anak muda, akademisi, aktivis, LSM bahkan seniman atau budayawan yang menjadikan sosok Amung Tjandra sebagai tempat diskusi guna menggali masa lalu. Sebagai orang yang sering diskusi dengan sosok ini, kalimat yang seringkali beliau ucapkan ketika berbicara tentang Bangka Belitung adalah “Sense of belonging” (rasa memiliki). Amung Tjandra selalu mengingatkan kepada generasi muda untuk menumbuhkan “sense of belonging” pada negeri ini.

Nasionalisme yang sangat tinggi pada NKRI adalah modal bagi kita untuk mencintai dan membangun negeri ini. Begitulah setidaknya yang diungkapkan Amung Tjandra kepada penulis kala diskusi santai di kediamannya. Amung Tjandra menanamkan tentang nasionalisme dan kecintaan terhadap daerah (Bangka Belitung) kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Sosok yang selalu berbusana rapi dengan kameja selalu dimasukin ke dalam celana ini adalah sosok yang sangat mengidolakan Bung Karno.

Thong Ngin Fan Ngin Jit Jong (Harmoni dalam Keragaman)

Dalam banyak kesempatan, sering saya ungkapkan bahwa sebuah keberkahan bagi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung, saat itu, ada 2 orang tokoh senior pemersatu masyarakat, yakni Datuk Sri Haji Romawi Latief (Melayu) dan Amung Tjandra (Tionghua). Keduanya bersahabat karib dan saling mendukung satu sama lain untuk kemajuan dan harmoni Bangka Belitung dalam keragaman. Bangka Belitung yang beragam suku, agama dan budaya ini memiliki tingkat harmoni yang cukup tinggi. Antara Melayu dan Tionghua saling bahu membahu, asah asih dan asuh. Hal ini nampak dari kehidupan sehari-hari, tidak hanya dalam dunia kerja, tapi juga bertetangga dan bersahabat. Tidak ada perbedaan antara Melayu dan Tionghua, semuanya sama. Sehingga tercetuslah kalimat populer oleh Amung Tjandra dan H. Romawi Latief saat menyatukan perjuangan Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung: “Fan Ngin Thong Ngin Jit Jong”.

Keharmonisan dalam keragaman di Bangka Belitung nampak dari kehidupan sosok Amung Tjandra dan keluarga. Saya adalah saksi bahwa dalam kehidupan keluarga mereka sangat terbuka dengan semua suku, agama dan budaya. Amung Tjandra dan isteri beserta anak-anaknya adalah penganut Katolik yang sangat taat. Ada juga salah satu anaknya beragama Islam dan menantunya seorang Muslimah berjilab. Pembantu di rumahnya dibuatkan rumah adalah muslimah, anak-anak mereka disekolahkan. Begitu juga saya pribadi, adalah seorang muslim keluaran Pesantren, namun diangkat anak oleh Amung Tjandra dan isterinya. Dimata anak-anak kandung mereka, saya dijadikan saudara. Bahkan, ketika perayaan Idul Fitri, Amung Tjandra adalah orang pertama yang datang ke rumah mengucapkan selamat Idul Fitri, disaat saya baru pulang sholat Ied, beliau sudah menunggu depan rumah dengan wajah ceria. Begitu indah harmoni itu….

“Sore ini buka puasa di rumah, Ibu sudah menyiapkan makanan untuk buka puasa” begitulah suara telpon dari Pak Amung. Bukan sekali dua kali, tapi seringkali ini beliau lakukan kepada saya yang sudah beliau anggap sebagai anak sendiri. Makanya tak heran saya sering buka puasa di rumah orangtua penganut Katolik yang sangat taat ini. Selesai buka puasa, oleh ibu, sajadah sudah rapi disiapkan untuk saya mendirikan sholat Maghrib. Kebiasaan menjaga hubungan dengan semua orang tanpa memandang suku, agama dan budaya ini pun ternyata menurun kepada anak-anak Amung Tjandra.

Jumat, 11 Maret 2022, diusianya 93 tahun, Amung Tjandra menghembuskan nafas terakhirnya dengan meninggalkan kenangan perjuangan yang indah bagi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung. Pemakaman Amung Tjandra dikawal oleh aparat Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Sekda Naziarto mewakili Pemerintah memberikan sambutan pada pemakaman tersebut. Selamat jalan Papa Amung Tjandra, terima kasih atas inspirasi dan perjuangan yang telah Papa lakukan dengan penuh ketulusan. Kami generasi muda belum berbuat apa-apa, namun tak kan lupa akan jasa para orangtua. Tuhan Memberkatimu dalam damai………(*)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *