PANGKALPINANG—Sebuah tautan berita daring kembali memantik riuh ketika menyebut adanya “deal Rp300 juta umrah” yang diklaim terjadi di lingkungan kantor Wali Kota Pangkalpinang. Cerita itu beredar cepat, seperti korek gas murahan yang terlalu gampang menyala. Namun Pemerintah Kota Pangkalpinang merespons dengan nada tegas dan dingin: tidak ada transaksi, tidak ada tawar-menawar, sebagaimana digambarkan saat pertemuan dengan keluarga Almarhum Aldo pada 7 November lalu.
Walikota Pangkalpinang, Prof. Udin, menegaskan bahwa Pemerintah Kota sama sekali tidak terlibat dalam pembicaraan soal kompensasi apa pun. Ia menjelaskan, ruang pertemuan yang digunakan kala itu hanyalah tempat—sekadar dinding dan meja—untuk mempertemukan dua pihak yang memang meminta difasilitasi.
“Pemerintah Kota hanya memfasilitasi pertemuan antara dr. Ratna, IDI Pusat, dan keluarga korban. Pembicaraan dilakukan oleh kedua belah pihak. Tidak ada keterlibatan Pemerintah Kota di luar penyediaan ruang pertemuan. Pertemuan itu pun berlangsung atas permintaan dr. Ratna dan IDI Pusat,” ujar Walikota. Senin, 24 November 2025.
Pernyataan itu sekaligus menepis narasi bahwa pemerintah kota menjadi pihak yang mengatur, mengarahkan, apalagi menawarkan suatu bentuk kompensasi tertentu. Menurut Walikota, tugas Pemerintah Kota dalam kasus tersebut hanyalah memastikan proses komunikasi berjalan terbuka, tidak gaduh, dan tidak berubah menjadi drama improvisasi yang tak perlu.
“Ini soal membantu komunikasi, bukan mengatur isi pembicaraan. Ruang pertemuan itu kami buka karena diminta, bukan untuk menjadi arena negosiasi apa pun,” tambahnya.
Dengan klarifikasi ini, Pemerintah Kota berharap publik memperoleh gambaran yang proporsional, tidak terseret pada cerita yang tampak panas tetapi sebenarnya berangkat dari asumsi yang longgar. Di tengah situasi sensitif, Walikota menegaskan pentingnya menjaga akurasi informasi agar tidak memperkeruh proses penanganan kasus yang sedang berjalan.
Klarifikasi ini menjadi penegasan bahwa Pemerintah Kota memilih berdiri di sisi prosedur, bukan sensasi; menyediakan ruang, bukan membuat narasi. Sebuah garis batas yang, dalam isu seperti ini, kerap kali kabur tanpa penjelasan langsung dari pihak berwenang.














