Belitung Timur, seputarbabel.com — Seorang warga Desa Padang, Kecamatan Manggar, Belitung Timur, berinisial M, mengadukan dugaan tindakan sewenang-wenang oleh pihak PLN ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) KUBI. M mengaku dirugikan setelah aliran listrik di rumahnya diputus sepihak, meteran listrik dicopot paksa, dan dikenakan denda atau tagihan susulan hampir Rp12 juta.
Menurut LBH KUBI, denda tersebut dijatuhkan berdasarkan tuduhan pencurian listrik oleh M di rumah orangtuanya yang kini ditempatinya bersama suami dan dua anaknya. Pihak PLN diduga menetapkan sanksi tersebut tanpa bukti yang kuat dan tanpa melalui prosedur yang adil.
“Tagihan itu merupakan denda dari PLN, berdasarkan dugaan pencurian listrik. Namun, klien kami sama sekali tidak merasa melakukan hal tersebut,” ujar perwakilan LBH KUBI, Jumat (1/8/2025).
Pencopotan meteran listrik dilakukan oleh tiga petugas Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) PLN ULP Manggar, berinisial DR, US, dan R, pada Kamis, 10 Juli 2025, sekitar pukul 11.15 WIB, di rumah M yang terletak di Jalan Plamboyan II, Desa Padang.
Dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan P2TL Nomor: 0038/P2TL/16310/VII/2025, PLN menyatakan telah menemukan indikasi pelanggaran berupa bekas sadapan kabel ukuran 1,5 mm sebelum APP Meter. Namun, pihak keluarga M membantah tuduhan tersebut.
“Pada hari itu juga, adik kandung dan suami M langsung mendatangi kantor PLN untuk meminta klarifikasi. Tapi, justru diminta membayar denda Rp12 juta tanpa penjelasan rinci. Bahkan, saat ditanya dasar perhitungan kerugian, jawaban yang diberikan adalah ‘itu privasi’. Ini sangat tidak masuk akal,” ungkap LBH KUBI.
Lebih jauh, LBH KUBI menyoroti dampak sosial dari pemutusan listrik tersebut. Salah satu anak M diketahui memiliki riwayat penyakit jantung dan membutuhkan alat bantu pernapasan (nebulizer) saat kambuh.
“Bagaimana mungkin anak tersebut bisa menggunakan alat bantu saat listrik diputus? Ini menyangkut nyawa. Kami memiliki bukti lengkap riwayat medis anak tersebut dari RSUD Belitung Timur hingga rumah sakit rujukan di Jakarta,” tegas pihak LBH.
Pihak LBH juga menyebut bahwa sejak tahun 2016 hingga pertengahan 2025, rumah M tidak pernah bermasalah dengan instalasi listrik. Mereka mempertanyakan logika tuduhan pencurian listrik karena M secara rutin membeli token.
“Jika benar mencuri, kenapa klien kami selalu membeli token? Bahkan, ketika telat isi token, listrik otomatis mati. M dan suaminya biasa isi token seminggu sekali antara Rp120 ribu sampai Rp200 ribu. Bukti pembelian sudah kami terima, meskipun sebagian telah hilang,” tambahnya.
Puncak dari langkah hukum LBH KUBI terjadi pada 14 Juli 2025, ketika mereka melayangkan surat keberatan atas hasil pemeriksaan P2TL dan penetapan denda kepada pihak PLN. Kemudian, pada 1 Agustus 2025, PLN Manggar memberikan balasan yang menyatakan bahwa proses temuan P2TL tidak dilanjutkan dan kasus dianggap selesai atas kesepakatan para pihak.
Namun, LBH KUBI belum menghentikan langkah hukumnya. “Kami tengah menyelidiki kemungkinan pelanggaran prosedur oleh tiga petugas P2TL berinisial DR, US, dan R, serta dugaan maladministrasi oleh petugas pelayanan pelanggan berinisial B. Kami juga telah berkoordinasi dengan Ombudsman RI Perwakilan Bangka Belitung. Jika benar ada pelanggaran, kami minta sanksi tegas dijatuhkan agar hal serupa tak terulang di Belitung Timur,” tegas mereka.