Oleh: AHMADI SOFYAN
Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya
SANGAT dekat dengan Proklamator RI, Bung Karno dan Bung Hatta. Menjadi juru tulis Bung Hatta (Wakil Presiden RI) dan pernah juga merasakan pengapnya penjara akibat ditangkap oleh Belanda. Hingga berperan penting dalam Perjanjian Roem-Roijen untuk Kedaulatan Indonesia.
SUDAH sangat lama saya ingin menulis sekilas tentang tokoh Negeri Serumpun Sebalai ini. Namun, saya kurang beruntung, sebab tak pernah berjumpa langsung dengan sang tokoh legendaris yang pernah dimiliki masyarakat Kepulauan Bangka Belitung ini. Sebab beliau meninggal dunia pada tahun 2007, sedangkan saya baru balik dari perantauan pada tahun 2008 setelah 14 tahun belajar di Pulau Jawa. Namun, saya masih cukup bahagia, sebab masih bisa diskusi dengan para sahabat-sahabat beliau dan putra-putri beliau hingga tulisan ini ada.
Bahkan baru kemaren sore saya ngopi di salah satu warung di tengah Kota Pangkalpinang dengan putra-putri beliau yang kebetulan sedang berada di Bangka, yaitu Nur Saaadah, Ahmad Syaukat dan Masitoh guna meminta izin dan data untuk menulis tentang orangtua mereka.
Hampir mayoritas catatan yang saya tulis ini adalah berasal dari dokumen putra-putri beliau yang diberikan kepada saya dan sebuah buku yang ditulis oleh sahabat baik saya, Datuk Sardi Alpalangasi yang berjudul: “Pejuang Menembus Masa: Biografi Rdo Datuk Sri Haji Romawi Latief”. Tentunya ini mengobati rasa rindu saya akan pengetahuan tentang sosok Datuk Sri Haji Romawi Latief.
Sebab, kalau bicara tokoh Bangka Belitung, tidak akan pernah lepas dari nama sosok putra kelahiran Tua Tunu, Datu Sri Haji Romawi Latief yang lahir pada tanggal 26 Maret 1918 dari pasangan Abdul Latif dan Habibun. Masa kecilnya menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (SR), lalu pada tahun 1928, Romawi Latief dipindahkan oleh ayahnya ke Hollandsch Chinesche School (HCS). Walaupun hanya sebagai seorang anak petani lada, ternyata Romawi Latief bisa masuk ke sekolah elite tersebut. Pagi hari ia sekolah di HCS, sorenya ia belajar agama di Madrasah Al Ittihadiyah Al Islamiyah dan selepas Maghrib, Romawi Latief mengaji Al-Quran dan Barzanji kepada Guru Haji Soleh. Masa remajanya pernah menjadi Pengurus Remaja Islam di Surau Al-Badr (Depan Makam Belanda Kerkhoof).
3 Januari 1943, Romawi Latief melepas masa lajangnya dengan menikahi seorang Ustadzah di Madrasah Al Islamiyah Sungailiat bernama Maimunah. Dari kedua pasangan ini melahirkan 10 orang anak, yaitu: Rufidah, Ismet Effendi, Siti Naskah, Siti Faridah, Zulfikar, Nur Saadah, Siti Faizah, Kholisoh, Ahmad Syaukat dan Masitoh. Pada 12 November 1992, Maimunah meninggal dunia dan Romawi Latief pada Agustus 1993 menikah lagi dengan Hj. Djawiyah.
Mengawali Kiprah Mengabdi Pada Negeri
Berkat didikan orangtua dan para guru serta keuletan seorang Romawi Latief, membuat dirinya memiliki kemampuan dalam baca tulis baik dalam bahasa Belanda, Aksara Jawi (Melayu) hingga Stenografi aliran Gruute. Oleh karena itu digelari oleh kawan-kawannya “Sang Juru Tulis yang Handal”. Karena keahliannya itulah Romawi Latief pada zaman penjajahan (Kerisidenan) dan awal kemerdekaan Republik Indonesia, ia selalu menjadi juru tulis/juru ketik/sekretaris.
Selesai sekolah, Romawi Latief bekerja di Kantor Demang Pangkalpinang. Selanjutnya pada tanggal 1 Januari 1937, ia mendapat panggilan Demang Abdul Aziz dan diminta menjadi juru tulis. Pada Oktober 1938, Romawi Latief dimutasi ke kantor Onderafdeling Belinyu. Sama halnya di Kantor Demang Pangkalpinang, ia kembali menjadi juru tulis. Selanjutnya pada tahun 1940, Romawi Latief kembali dimutasi ke Kantor Demang Jebus, lagi-lagi juru tulis-lah jabatan yang ia sandang.
Seiring perjalanan waktu, setelah Kemerdekaan RI, Romawi Latief pun diangkat menjadi Camat dibeberapa Kecamatan, seperti di Toboali, Mendobarat dan Manggar Belitung. (akan diulas di tulisan berikutnya)
Ditangkap Belanda dan di Penjara
Awal Februari 1946, puluhan Kompi Tentara Stootroepen Belanda mendarat di Kota Mentok dengan tujuan operasi pembersihan atau mopping up operation. Tentara yang terkenal ganas dan beringas ini melancarkan penyisiran ke desa-desa sekitar Mentok dan kemudian ke seluruh Pulau Bangka. Kala penyisiran tentara Belanda ini menuju arah Pangkalpinang, ternyata mendapat perlawanan dari TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Oleh karenanya banyak TKR ini ditangkap dan dibui oleh Belanda. Para TKR dan rakyat Bangka menebang pohon-pohon besar dan meletakkannya di jalan raya yang dilewati Tentara Belanda. Namun, Tentara Belanda tidak surut mundur, mereka melakukan penyisiran hingga ke daerah Jebus.
Mendengar Tentara Belanda sedang menuju Jebus, Romawi Latief yang kala itu menjabat sebagai Asisten Kewedanan Jebus memerintahkan 7 orang TKR yang dipimpin Malik untuk membongkar jembatan Sungai Booton (Sungai Kampak). Selain itu, ia juga menginstruksikan kepada Gegading Usman untuk membantu TKR. Namun ternyata usaha ini gagal, Tentara Belanda dengan cepat membuat jembatan sehingga truk mereka bisa meluncur sampai ke Jebus. Melalui seorang pengkhianat, informasi bahwa dalang dari semua ini adalah Romawi Latief, akhirnya Tentara Belanda mencari Romawi Latief ke kediamannya di Kewedanan Jebus. “Apa tuan adalah Romawi Latief?”
Romawi Latief tak gentar dan mengatakan “iya”. Langsung saja Komandan Stootroepen berpangkat Letnan membawa paksa Romawi Latief kedalam mobil. Tanpa bisa melawan, Romawi Latief bersama sejumlah anggota TKR lainnya digiring dengan Truk menuju Mentok. Sesampai di Mentok, Romawi Latief pun dijebloskan ke dalam penjara. Selama 6 bulan mereka mendekam dalam penjara, sebuah tempat penyiksaan Tentara Belanda yang ganas dan beringas. Tidak sedikit penyiksaan tak bermoral, para tahanan digantung kaki ke atas dan kepala dibawah (sungsang), dipukul dengan besi panas dan di setrum listrik.
Kondisi penjara Tentara Belanda itu pastinya sangatlah tidak enak, selain harus selalu menerima pukulan Tentara Belanda, mereka hanya diberi jatah makan sehari sekali, yakni 1 mangkok nasi putih dengan lauk rebus daun karet. Semiskin-miskinnya kita hari ini, apakah pernah makan dengan lauk rebus daun karet??? Selain itu mereka setiap hari harus mendapat cacian Tentara Belanda dengan kalimat: “Anjing Bung Karno!!!”.
Karena perlakuan Tentara Belanda yang tak bermoral itu, beberapa tokoh berpengaruh didalam penjara antara lain: Romawi Latief, H. Hasan dan Mat Noor sempat membuat rencana dengan target membunuh para sipir penjara dan kabur. Mereka pun tak henti-hentinya memberikan semangat juang kepada para sesama tahanan dengan kalimat: “Jangan takut dan Republik tetap merdeka!”
Juru Tulis Bung Hatta (Wakil Presiden RI)
Pada tanggal 28 Desember 1948, Presiden RI, Bung Karno, K.H. Agus Salim dan Sutan Syahril diterbangkan melalui Brasiagi ke Prapat. Sementara Bung Hatta bersama Ketua KNIP, Mr. Ali Sastroamidjo, Suryadharma, Sekretaris Negara A. Gafar Pringgodigdo diasingkan (dibuang) ke Pulau Bangka. Tidak berapa lama kemudian, Bung Karno dan kawan-kawannya juga dibawa ke Pulau Bangka dan asingkan bersama Bung Hatta pada awal Februari 1949. Di Pulau Bangka ini, Bung Hatta dan kawan-kawan diasingkan di Gunung Menumbing. Mereka ditempatkan di sebuah kamar Villa Gunung Menumbing yang dipagari kawat berduri.
Kala tokoh pendiri negeri ini diasingkan di Pulau Bangka, sebuah keberkahan bagi rakyat Bangka, termasuk Romawi Latief. Saat mendapat kebebasan menjalankan aktivitas di Pulau Bangka, Bung Hatta menemui Ketua Dewan Bangka Massyarif Datuk Bendahoro Lelo. Bung Hatta minta diberikan seorang pegawai sebagai Juru Tulis pribadinya. Ternyata untuk menjadi Juru Tulis Wakil Presiden ini pastinya tidak sembarangan, Bung Hatta sendiri yang mengajukan kriteria untuk menjadi Juru Tulis Pribadinya, yaitu:
1. Warga Negara Indonesia
2. Lancar Berbahasa Belanda
3. Taat Beribadah
4. Teguh Menyimpan Rahasia dan Tidak Berkhianat atas Kedaulatan Republik Indonesia.
Nah, berdasarkan kriteria yang diminta Wakil Presiden RI ini, menurut Masyarif Datuk Bendahoro Lelo, hanya sosok Romawi Latief yang memenuhi kriteria tersebut. Ternyata pilihan tersebut tidak meleset, Bung Hatta merasa puas sebab Romawi Latief memenuhi kriteria yang beliau inginkan. Apapun yang menjadi rahasia Bung Hatta atau negara, tidak pernah terjadi kebocoran. Romawi Latief sangat loyal dan penuh dedikasi dalam bekerja sebagai Juru Tulis atau Sekretaris Pribadi seorang Tokoh Bangsa. Ia menulis apa yang didikte oleh Bung Hatta kepadanya.
Konon, setiap menulis, Romawi Latief menggunakan tulisan stenografi beraliran Gruute, karena selain cepat, juga metode ini sulit dibaca orang lain, sehingga kerahasiaannya terjamin. Menjadi Sekretaris Pribadi Wakil Presiden Bung Hatta ini dijalani Romawi Latief hingga Bung Hatta kembali ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949.
Canda Bung Karno Kepada Romawi Latief
Dengan terbitnya Resolusi PBB, lalu terbit juga pernyataan yang terkenal dengan Van Roijen-Roem Statement. Van Roijen-Roem Statement ini digelar sejak 14 April — 7 Mei 1949, yakni ketika pejabat tinggi negara (termasuk M. Roem) sedang diasingkan di Pulau Bangka. Adapun butir-butir statement yang dibawa M. Roem pada Konferensi tersebut akhirnya dimusyawarahkan, disusun dan diketik di Pulau Bangka. Musyawarah para pendiri negeri seperti: Bung Karno, Bung Hatta, M. Roem, A.Gaffar Pringgodigdo dan lain-lain dilaksanakan di Prasangarahan Kota Mentok. Musyawarah ini pun menghasilkan isi statement RI. Point dari statement ini adalah untuk mempercepat penyerahan kedaulatan kepada Negara Republik Indonesia tanpa syarat.
Keterlibatan Romawi Latief dalam Roijen-Roem Statement adalah sebagai juru tulis/ketik draf statement RI yang akan disampaikan oleh M. Roem, ternyata memiliki kesan tersendiri bagi Sang Proklamator RI, Bung Karno. Hal ini sempat diungkapan dalam canda Presiden Pertama Republilk Indonesia itu ketika hendak melepas delegasi RI, M. Roem dan kawan-kawna. Ditangga rumah (sekarang Museum Timah Pangkalpinang), Bung Karno menepuk bahu Romawi Latief dan berkata: “Wah ini serba R, utusan delegasi RI adalah Roem, utusan delegasi Belanda Roijen, tukang ketik draf adalah Romawi Latief”. Senyum Bung Karno yang diikuti oleh semua tokoh bangsa yang hadir seraya menepuk pundak sang putra Bangka bernama Romawi Latief.
Kiprah atau andil Romawi Latief ternyata membekas di mata para pendiri negeri, bahkan Presiden dan Wakil Presiden RI. Sebuah kebanggaan bagi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung, bahwa negeri ini memiliki putra putri daerah yang memiliki patriotisme tinggi pada negeri, salah satunya Romawi Latief……………. (BERSAMBUNG)