Bangka,seputarbabel.com — Pro dan Kontra kegiatan penambangan rakyat tanpa izin ( Ilegal ) di kalangan masyarakat Bangka Belitung menjadi viral akhir akhir ini, terlihat dalam pemberitaan media cetak maupun media online.
Selaku mahasiswa smeter II Universitas Bangka Belitung jurusan hukum Muhammad Fauzan mencoba turun langsung untuk memantau dan menganalisa aktivitas yang dilakukan masyarakat penambang timah atau tambang pasir yang ada di kabupaten Bangka,
Hasil penelitian saya bahwa kegiatan penambangan timah atau tambang pasir yang di lakukan masyarakat banyak tidak memiliki izin resmi adapun faktor utama kegiatan tersebut atas dorongan dan kemauan penambang sendiri dengan alasan sebagai mata pencarian untuk menghidupi keluarga mereka,
Untuk masalah proses prizinan mereka kurang tertarik untuk mengurusnya di sebabkan oleh faktor lahan yang akan di tambang tidak begitu luas, wilayah kegiatan penambangan masuk IUP PT.Timah/ masuk dalam wilayah kawasan hutan produksi dan kandungan cadanga timah / pasirnya masih meraba raba / hanya perkiraan, serta proses prosudur pengurusan perizinan berusaha untuk mendapatkan Izin Pertambangan Rakyat terlalu panjang dan harus melalui beberapa tahapan dan syarat-syarat,
Memang kegiatan penambangan timah atau pasir yang di lakukan masyarakat tanpa izin untuk kegiatan penambangan didaratan tidak jarang berada di area kawasan hutan produksi /hutan lindung, daerah aliran sungai ( DAS) dan lahan milik peribadi warga namun kebanyakan penambangan bekerja dalam lahan bekas penambangan PT.Timah yang berbentuk kolong / lahan reklamasi sementara penambangan di laut menggunakan ponton atau rajuk yang mereka sebut Tambang Inkonvensional rajuk / Ponton Isap produksi ( PIP ) dan TI selam juga dalam IUP PT.Timah dan untuk penambangan di darat banyak dari kalangan masyarakat menyembutkan seperti TI sebu, TI Ipin Upin, TI user user dan TI Tungau sementara hasil limbah dari penambangan timah di darat yang berbentuk pasir biasanya akan dikelola masyarakat penambang pasir untuk dijual dan dimanfaatkan bagi kebutuhan pembangunan lokal dengan menggunakan sewa alat berat ( PC )
Adapun faktor pendukung maraknya aktivitas penambangan timah dan pasir oleh masyarakat dikarenakan tidak adanya transfaransi pemerintah daerah terhadap wilayah penambangan rakyat seperti yang ditetapkan dalam perda RDTR/ RTRW sesuai dengan UU NO 3/2020 Tentang Pertambangan Minerba dan Batu Bara pada pasal 22 : “ Wilayah Penambangan ( WP ) yang dapat ditentukan Wilayah Penambangan Rakyat ( WPR ) harus memenuhi kreteria memiliki cadangan mineral skunder yang terdapat di sungai dan/ diantara tepi dan tepi sungai, mempunyai cadangan primer mineral logam dengan kedalaman 100 meter dan endapan sungai purba,endapan teras, daratan banjir dan endapan sungai purba,luas maxsimal 100 hekter,menyebutkan nama jenis nama jenis yang akan di tambang, memenuhi kreteria pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan penambangan sesuai peraturan perundang undangan
“ sehingga kegiatan penambangan yang telah mendapatkan perizinan berusaha di bidang pertambangan timah maupun pertambangan pasir selain proses perizinan memakan waktu yang tidak begitu cepat serta mengeluarkan tidak sedikit dana maka otomatis akan kalah bersaing dengan kegiatan penambangan tanpa izin ( ilegal ) dikarenakan kegiatan berusaha yang telah mendapatkan izin dikenakan berbagai kewajiban kewajiban
<span;>seperti yang di jelaskan dalam UU NO 3/2020 Tentang Pertambangan Minerba dan Batu Bara pada pasal 128 ayat (1) :” Pemegang IP,IPK/IPR wajib membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah, ayat (4):Penerimaan Negara Bukan Pajak ( PNBP ) terdiri dari iuran tetap,iuran produksi, konpensasi data dan informasi dan penerimaan negara bukan pajak yang lain lain yang di anggap sah berdasarkan perundang undangan dan ayat (5) : Pendapatan daearah adalah pajak daerah, restribusi,iuran penambangan rakyat dan lain lain yang di anggap
Kegiatan penambangan secara acak acakan dan harga yang tak pasti merupakan masalah yang setiap hari dihadapkan para penambang tanpa izin ( ilegal ) serta hitung hitungan modal yang dikeluarkan dengan hasil penambangan serta banyaknya pungutan liar ( pungli ) di lapangan membuat para penambang menjadi sedikit berharap cemas karena bila hasil tambangnya sedikit dan harga murah maka sudah pasti rugi/tekor dan begitu juga sebaliknya bila hasil tambangnya banyak dan harga mahal maka sudah dipastikan penambang tidak keberatan dengan pungutan liar ( pungli ) tersebut. Kegiatan penambangan rakyat tanpa izin (ilegal ) tidak luput dari peran serta para pembeli / colektor / pemodal sehingga bebagian masyarakat penambang menganggap bahwa pembeli/colektor/pemodal merupakan “ pahlawan “ karena atas jasanya menolong para penambang rakyat tanpa izin (ilegal ) untuk
membeli/menampung hasil penambangan mereka karena hasil usaha tambang mereka tidak bisa langsung di beli pihak perusahan pengeloa/pemurnian timah seperti mitra PT.timah/smelter namun apa bila tanpa ada pembeli/colektor/pemodal/penampung timah masyarakat yang beraktivitas tanpa izin ( ilegal ) maka kegiatan penambangan rakyat tanpa izin akan sia sia dan sudah tentu pasti meningkatnya pengangguran,terhambatnya perputaran uang di daerah dan melemahnya daya beli masyarakat apa lagi dalam waktu dekat ini akan menghadapi puasa dan lebaran maka mereka akan kebingungan untuk memenuhi keinginan keluarganya, memang penambang rakyat tanpa izin ( ilegal ) menjadi dilema bagi pemerintah“ Dimakan mati emak dak di makan mati bapak “ sehingga penertiban yang dilakukan aparatpun bukanlah menjadi suatu solusi namun kebijakan yang baik dan adil dari kepala daerah bersama stakeholder dalam menyikapi Perpres nomor 55 tahun 2022 tentang Pendelegasian pemberian perizinan berusaha di bidang pertambanga dan Batu Bara pasal 4 huruf (b):” Pemerintah propinsi dalam pelaksanaan pendegelasian menyiapkan perangkat daerah yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pemberian perizinan berusaha di bidang pertambangan dan Batu Bara “ yang diharapkan agar dapat memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap penambang rakyat tanpa izin ( ilegal ) secara bertahap namun pasti.
Sumber: Mahasiswa Universitas Bangka Belitung, semeter II jurusan hukum, Muhamad Fauzan
Rilis di terimah jumat (10/3/20023)