Pangkalpinang, seputarbabel.com – PT Rajawali Rimba Perkasa (RRP) satu dari perusahaan pemilik IUP Operasi Produksi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Memiliki persetujuan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Babel. Dengan produksi mencapai 636 ton hingga 31 Desember 2020, perusahaan ini juga mendapatkan fasilitas ekspor stok 2018 dari Pemprov Babel.
Bahkan PT RRP dengan lokasi IUP di Desa Nyelanding Kecamatan Airgegas Kabupaten Bangka Selatan (Basel) ini dikabarkan akan ekspor 50 metrik ton. Padahal diketahui tambang di IUP OP perusahaan ini baru akan operasi. PT RRP sebelumnya sempat melakukan ekspor timah stok 2018 sebanyak 125 ton, yakni pada 10 September 2020 diekspor sebanyak 75 ton dan 16 September 2020 sebanyak 50 ton.
Perlu diketahui 2 bulan terakhir, transaksi timah di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (ICDX), hanya terjadi sekali dalam sebulan. 15 September 2020 dengan harga US$ 17.620/metrik ton terjadi transaksi TIN PB300 20 lot atau 100 metrik ton. Sedangkan bulan ini, 21 Oktober 2020 transaksi TIN PB 300 dengan harga US$ 18.484 sebanyak 50 metrik atau 10 lot.
Diketahui berdasarkan Minerba One Data Indonesia (MODI), IUP Operasi Produksi (OP) PT Rajawali Rimba Perkasa dengan nomor 188.45/196/DPE/2013 dengan luas 543 hektar. Dengan tahap CNC 17, berlokasi di Bangka Selatan, izin akan berakhir 26 Junj 2028. Akan tetapi ketika melihat lokasi tambang milik PT RRP tadi, ternyata baru akan produksi.
Peneliti Banka Resource Institute (BRI), Teddy Marbinanda mengatakan dalam rilisnya. Dari sisa waktu produksi dan kemampuan tanur mereka, sangat tidak mungkin perusahaan ini bisa ekspor dari hasil produksi tahun ini. Inilah membuat data RKAB tersebut tidak masuk akal, sehingga patut menjadi pertanyaan dari mana suplai produksi smelter mereka.
“Jumlah 636 ton dalam bentuk logam itu recovery-nya paling tidak diatas angka 1000 ton. Kalau dua bulan kerja dengan 1000 ton, satu bulannya 500an ton. Berarti harus produksi diangka 15-20 ton per harinya. Ini harus didukung dengan perangkat produksi, kekayaan cadangan dan alat tambang yang luar biasa baru bisa tercapai,” terangnya.
Praktisi pertambangan ini juga menginformasikan, sepengetahuannya PT RRP baru rehap tanur pabrik. Bahkan izin lingkungan baru saja keluar dan lokasi tambang yang sesuai IUP di Nyelanding baru diblok untuk membuka tambang serta alat produksi yang belum terpasang.
“Dengan kondisi ini kemudian sudah mau ekspor. Bingung juga barangnya dari mana. Kita harus jeli dalam hal ini. Seharusnya sebelum menetapkan angka di RKAB sebagai finalisasi proses yang melibatkan Competent Person, Kepala Teknik Tambang hingga aparatur pemerintah dalam hal ini tim RKAB dinas ESDM, harus proposional dalam menempatkan permasalahannya,” ungkap Teddy.