Legislator Minta Penangguhan, Hingga Dengarkan Penolakan Nelayan Beda Kecamatan di Perairan Matras

Kunjungan kerja (kungker) spesifik komisi IV di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Dipimpin wakil ketua komisi IV Deddy Mulyadi, bersama Panggah Susanto dan Renny Astuti. Kungker di Bangka terkait dugaan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang dilakukan beberapa perusahaan. Tidak hanya terkait penambangan para legislator juga meminta penangguhan penahanan 6 warga kenanga.

Dari jadwal kungker Komisi IV DPR RI, diketahui mereka akan melinjau dan melihat langsung penambangan pasir laut di Air Kantung dan kegiatan penambangan timah di Pantai Matras. Karena dilaporkan berdampak pada lingkungan dan nelayan Bangka. Ikut mendampingi Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Dirjen Gakum), Rasio Ridho Sani.

Pada kasus pencemaran, para legislator ini bekerja hingga minta penangguhan penahanan terhada 6 warga Kenanga. Sementara terkait dugaan pengerusakan lingkungan di perairan Matras, para legislator naik ke kapal isap produksi (KIP) Chokdee. Di Matras hadir Renny Astuti, ia adalah PAW di komisi ini setelah Edhy Prabowo diangkat menjadi menteri.

Ketika berdialog dengan warga di Matras, Sungailiat yang menyampaikan aspirasi. Ketua nelayan Air Antu Suhardi, ia berasal dari Bedukang, Deniang, Riau Silip. Ternyata periran Matras berdampak kepada nelayan diluar kecamatan Sungailiat. Bukan hanya nelayan Riau Silip, tapi juga nelayan Pesaren di Kecamatan Belinyu. Benarkah??

“Kami di sini dari Matras hingga Pesaren satu keluarga besar, nelayan pak. Kami tidak ada mata pencairan lain, kami hanya nelayan. Kami di sini sekolah tidak tinggi pak, kami hanya mencari nafkah untuk keluarga kami. Sekarang laut kami ini ditambang oleh PT Timah,” papar Suhardi.

Ia memang perwakilan nelayan yang mengadukan penambangan di zona tambang perairan Matras oleh PT Timah Tbk. Mereka kehilangan lokasi tangkap, karena telah dirusak oleh KIP mitra PT Timah dan tidak bisa menafkahi keluarga. Menurut mereka 11 kampung dari kecamatan yang berbeda memang menjadi dampak kerusakan laut akibat penambangan timah.

“Kita itukan nelayan tradisional pak, satu perahu kita itu perahu kecil cuman satu atau berdua. Dari titik nol mil saja kita sudah bisa mencari nafkah, air semata kaki saja kita sudah ada hasil pak. Udang rengot, kepiting (atau) rajungan, dari titik nol wilayah tangkap kita itu sampai 7 mil. Lewat itu kita tidak mampu, karena mesin kita (kapal), tidak mampu,” jelas Suhardi.

Putra terbaik Babel di kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), terus mengikuti para legislator. Tidak hanya mendengarkan, merespon, dapat penugasan hingga ikut merealisasi permintaan warga. Itulah yang dilakukan Bang Roi, sapaan akrab Rasio, ketika mendampingi para legislator tadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *