Ketua FP3KD Soroti Pemanggilan Enam Kepala KPHP Babel oleh Kejagung

Bangka,Seputarbabel.com  – Pemanggilan enam kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadi isu hangat yang menyita perhatian publik. Dugaan keterlibatan skandal korupsi tata kelola pertambangan timah di Provinsi Bangka Belitung semakin memperkuat spekulasi mengenai adanya praktik ilegal yang telah berlangsung lama dan merugikan negara dalam jumlah fantastis.

Ketua Forum Pemerhati Pertambangan, Perkebunan, dan Kehutanan Daerah (FP3KD) Bangka, Gustari, turut angkat bicara mengenai pemanggilan tersebut. Dalam keterangannya kepada awak media, Selasa (25/2/2025), Gustari mengungkapkan bahwa informasi pemanggilan tersebut baru ia ketahui melalui pemberitaan di media.

“Saya baru mengetahui kabar ini dari media. Jika benar Kejaksaan Agung memanggil enam kepala KPHP, kemungkinan besar ini berkaitan dengan penyelidikan lebih lanjut dalam kasus dugaan korupsi tata kelola timah yang sudah menjadi perhatian nasional,” ujar Gustari.

Seperti diketahui, Kata Gustari, Kejaksaan Agung, khususnya Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS), tengah mendalami skandal tata kelola timah yang disebut-sebut merugikan negara hingga Rp271 triliun. “Jumlah ini bukan hanya mencerminkan kerugian ekonomi, tetapi juga dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas penambangan ilegal di kawasan hutan,”Kata Gustari

Menurut Gustari, eksploitasi pertambangan dalam kawasan hutan tidak mungkin berjalan tanpa adanya koordinasi dengan pihak-pihak tertentu. “Sulit dipercaya bahwa pemodal tambang ilegal berani beroperasi tanpa ada jaminan keamanan. Ini menunjukkan bahwa ada jaringan yang lebih besar yang melindungi praktik ilegal ini,” katanya.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa praktik pertambangan ilegal ini telah berlangsung lama dan tidak mungkin dibiarkan tanpa keterlibatan pihak-pihak berpengaruh. “Seharusnya, yang diusut bukan hanya pelaku di lapangan, tetapi juga mereka yang memiliki kewenangan dan memberikan perlindungan terhadap aktivitas ini,” tegasnya.

Gustari juga menyoroti posisi KPHP dalam pengawasan aktivitas pertambangan di kawasan hutan. Menurutnya, KPHP sebenarnya memiliki tugas penting dalam menjaga kelestarian hutan, tetapi kelemahan dalam kewenangan dan dukungan keamanan membuat tugas mereka menjadi sulit.

“KPHP hanya bermodalkan pena dan kertas saat melakukan pengecekan di lapangan. Mereka tidak punya kewenangan untuk menindak atau menghentikan tambang ilegal secara langsung. Ini sangat berisiko karena mereka bisa menghadapi ancaman, intimidasi, bahkan serangan dari oknum yang membekingi aktivitas ilegal tersebut,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa selama ini banyak petugas KPHP yang tidak berani mengambil tindakan tegas karena minimnya perlindungan dari negara. “Bagaimana mungkin mereka bisa bertindak tegas jika keselamatan mereka sendiri tidak terjamin? Ini menjadi persoalan serius yang harus segera dibenahi,” lanjutnya.

Selain menyoroti peran KPHP, Gustari juga menegaskan bahwa media memiliki peran penting dalam mengungkap praktik pertambangan ilegal. Ia mendesak agar Kejaksaan Agung tidak hanya mengandalkan kesaksian dari pejabat atau pengusaha, tetapi juga melibatkan media sebagai saksi fakta.

“Media adalah pihak yang selama ini menyaksikan, meliput, dan memberitakan aktivitas penambangan ilegal di kawasan hutan. Mereka memiliki rekam jejak tentang siapa yang membekingi tambang ilegal tersebut. Fakta-fakta yang mereka miliki seharusnya menjadi bahan pertimbangan dalam penyelidikan ini,” katanya.

Menurutnya, banyak laporan investigasi media yang telah membongkar jaringan pertambangan ilegal beserta pihak-pihak yang terlibat. Namun, sering kali informasi tersebut tidak ditindaklanjuti dengan serius oleh aparat penegak hukum. “Jika Kejaksaan Agung ingin menyelesaikan masalah ini, maka harus diungkap semua pihak yang terlibat, tanpa pengecualian,” tambahnya.

Meskipun mengkritisi kelemahan pengawasan dan penegakan hukum, Gustari tetap mendukung langkah yang diambil oleh Kejaksaan Agung dalam mengusut tuntas kasus ini. Ia berharap penyelidikan bisa berjalan transparan dan menghasilkan keadilan bagi semua pihak.

“Saya mendukung penuh langkah Kejaksaan Agung, tetapi dengan catatan bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Jangan sampai ada pihak yang kebal hukum sementara yang lain dikorbankan,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa jika hanya petugas di lapangan yang dijadikan sasaran, maka upaya pemberantasan tambang ilegal tidak akan pernah berhasil. “Harus diusut siapa yang mengatur perizinan, siapa yang melindungi tambang ilegal ini, dan siapa yang mendapatkan keuntungan dari kerusakan lingkungan yang terjadi,” tambahnya.

Gustari juga mengutip pernyataan mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Prof. Mahfud MD dalam debat calon presiden 2024. Dalam debat tersebut, Mahfud menyoroti bagaimana praktik pertambangan ilegal sering kali mendapatkan perlindungan dari pihak-pihak tertentu yang memiliki kewenangan.

“Seperti yang sudah disampaikan Prof. Mahfud MD, tidak mungkin pemodal berani menambang pasir atau timah dalam kawasan hutan tanpa adanya jaminan keamanan. Ini adalah realitas yang tidak bisa dipungkiri,” ungkapnya.

Kasus dugaan korupsi dalam tata kelola pertambangan timah ini menjadi sorotan nasional, terutama karena besarnya nilai kerugian negara yang ditimbulkan. Gustari berharap Kejaksaan Agung dapat mengusut tuntas kasus ini, tidak hanya pada level eksekutor di lapangan tetapi juga sampai ke aktor intelektual yang berada di balik layar.

“Harapan kami adalah kasus ini benar-benar dituntaskan hingga ke akar-akarnya. Jangan sampai setelah pemanggilan ini, kasusnya justru menguap begitu saja,” pungkas Gustari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *