Implementasi Keselamatan Kerja di Pertambangan melalui Penerapan Sistem Manajemen K3 Berbasis ISO 45001

Seputarbabel.com – Di dunia pertambangan, menerapkan Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja

(K3) berdasarkan ISO 45001 telah menjadi fokus utama untuk meningkatkan

keselamatan di tempat kerja. Penelitian ini akan membahas bagaimana penerapan

ISO 45001 dapat mendukung pengembangan lingkungan kerja yang responsif,

dapat beradaptasi, dan memperhatikan kesejahteraan karyawan di tengah tantangan

kompleks yang dihadapi oleh industri pertambangan. Penelitian ini juga akan

mengevaluasi manfaat dan proses implementasi ISO 45001 dalam industri

pertambangan.

Kata Kunci: Industri Pertambangan, Keselamatan Kerja, ISO 45001.

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Selain kekayaan hutan,

negara ini juga memiliki kekayaan tambang seperti gas bumi, minyak, perak, emas,

tembaga, batubara, dan lainnya. Secara umum, hasil proses pertambangan

menghasilkan produk yang sangat berguna dalam aktivitas sehari-hari. Sebagai

contoh, gas dan minyak digunakan sebagai sumber energi dalam berbagai kegiatan

untuk pembangkit listrik dan kendaraan bermotor. Emas sering digunakan sebagai

perhiasan, bauksit digunakan dalam pembuatan peralatan dapur, dan tembaga

dipergunakan untuk membuat pipa air (sumber: bphn.go.id; Saleh & Wahyu, 2019).

Menurut Iqbal dan Kamaludin (2021) sebagaimana dijelaskan dalam

panduan praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang disusun oleh Buntarto

(2015), industri pertambangan dianggap sebagai salah satu sektor yang menjadi

tiang utama dalam perekonomian nasional. Sektor pertambangan memainkan peran

yang sangat penting dalam ekonomi Indonesia. Hal ini tidak hanya membantu

dalam meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga memiliki dampak besar pada

berbagai aspek pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan ekspor

sumber daya tambang, potensi pendapatan yang besar yang dihasilkan oleh

Indonesia dapat dipergunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, biaya

pendidikan, akses kesehatan dan sektor lainnya. Selain itu, aktivitas pertambangan

juga menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang, memberikan kesempatan

ekonomi kepada mereka yang tinggal di sekitar area pertambangan. Pertambangan

harus dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan dengan

mempertimbangkan efek nya terhadap lingkungan dan masyrakat sekitar.

Menurut Suryanto (2013) dalam buku (K3 Pertambangan, 2019) Indonesia

sebagai negara dengan wilayah pertambangan di berbagai daerah seperti batu bara

di Kalimantan, tambang emas di Papua, dan tambang pasir di Bangka Belitung,

turut menyumbang angka kecelakaan kerja di sektor pertambangan. Menurut

Jaminan Sosial Tenaga Kerja, pada tahun 2012, setiap hari rata-rata 9 pekerja

kehilangan nyawa mereka karena kecelakaan kerja. Fakta ini menggambarkan

bahwa implementasi keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan kerja masih

belum memadai., seperti yang terbukti dari 32 kejadian kematian pekerja di sektor

tambang Sawah Lunto, Sumatera Barat.

Berdasarkan Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM,

data kecelakaan di perusahaan pertambangan hingga bulan April tahun 2021

dilaporkan sebagai berikut: terdapat 5 kasus kecelakaan ringan, 10 kasus

kecelakaan berat, dan 4 kasus kematian (Kementerian ESDM, 2021).

Perlindungan terhadap pekerja pertambangan diatur dalam Peraturan

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No 38 tahun 2014,

khususnya dalam aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pertambangan.

Peraturan ini mengatur tentang Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan

(SMKP), yang harus diterapkan oleh perusahaan pertambangan untuk

memprioritaskan keselamatan para pekerjanya. Implementasi SMKP dilakukan di

lapangan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan menjadi

acuan untuk tahun-tahun berikutnya. Proses ini melibatkan audit baik secara

internal maupun eksternal untuk menilai mutu pelaksanaan SMKP. (Agincourt

Resources, 2021)

Berdasarkan Ketentuan Umum Pasal 1 Peraturan Menteri Energi dan

Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 38 Tahun 2014, Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3) Pertambangan adalah semua tindakan atau semua aktivitas yang

bertujuan untuk menjamin dan melindungi keselamatan serta kesehatan para

pekerja tambang. Hal ini dicapai melalui pengelolaan yang baik terhadap aspek

keselamatan kerja, kesehatan kerja, lingkungan kerja, dan penerapan sistem

manajemen yang berfokus pada keselamatan dan kesehatan kerja (Permen ESDM,

2014).

Menurut Purwanto dkk (2020), ISO 45001 adalah standar internasional

yang menetapkan persyaratan untuk Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja

(SMK3), dan juga memberikan terkait menggunakannya agar perusahaan dapat

secara aktif meningkatkan efektivitas SMK3 dalam mencegah cedera, penyakit, dan

masalah kesehatan terkait pekerjaan. ISO 45001 didesain agar dapat diterapkan

dengan fleksibel di berbagai jenis dan ukuran perusahaan. Standar ini memberikan

petunjuk tentang bagaimana menerapkan Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja

(SMK3). Selain itu, ISO 45001:2018 bertujuan untuk membantu perusahaan

meningkatkan efektivitas SMK3 dengan mengantisipasi dan mencegah cedera serta

masalah kesehatan yang mungkin timbul.

PENELITI TERDAHULU

Dari penelitian yang dilakukan, belum ada yang mengkaji tentang

bagaimana penerapan Sistem Manajemen K3 berbasis ISO 45001 dapat

meningkatkan kinerja keselamatan kerja di industri pertambangan. Namun,

beberapa studi sebelumnya telah mengulas topik terkait. Misalnya, Aguspati dan

tim (2021) membahas tentang peningkatan keselamatan kerja melalui pelatihan ISO

45001:2018 di industri manufaktur di Tangerang.

Yudi Syahrullah & Atik Febriani (2019) mengevaluasi standar ISO

45001:2018 dalam mencegah kecelakaan kerja di proyek infrastruktur. Sementara

itu, Andi Yoshana dan kolega (2022) melakukan analisis kesenjangan dalam

penerapan ISO 45001:2018 di PT. Citra Abadi Sejati (CAS).

Studi oleh Agus dkk (2021) menyoroti bahwa pelatihan tentang Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Manufaktur di Tangerang

bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada karyawan industri manufaktur di

kawasan tersebut. Peserta diharapkan mampu memahami persyaratan dan

implementasi ISO 45001:2018 di lingkungan kerja mereka setelah mengikuti

pelatihan ini. Hasil evaluasi menunjukkan peningkatan pemahaman yang

signifikan, dengan nilai rata-rata pretest sebesar 41% meningkat menjadi 95%

dalam post test.

Studi oleh Yudi dan Atik (2019) menunjukkan bahwa ISO 45001:2018,

sebagai standar terkini dalam manajemen kesehatan dan keselamatan kerja, lebih

efisien dalam mengurangi kejadian kecelakaan kerja akibat kegagalan proyek jika

dibandingkan dengan standar sebelumnya, yakni OHSAS 18001:2007. Evaluasi

atas pengaruh ISO 45001:2018 terhadap kecelakaan kerja yang disebabkan oleh

kegagalan proyek menyarankan bahwa perusahaan kontraktor perlu

memprioritaskan klausul 6.1 mengenai manajemen risiko dan peluang, dan klausul

8.2 mengenai persiapan untuk situasi darurat.

Penelitian yang dilakukan oleh Andri Yoshana dkk (2019) menunjukkan

bahwa PT. CAS telah menetapkan komitmen untuk menerapkan standar ISO

45001:2018 dengan tujuan meningkatkan kinerja Sistem Manajemen Kesehatan

dan Keselamatan Kerja (SMK3) yang sebelumnya sudah diadopsi. Sertifikasi ISO

45001:2018 dianggap sebagai bukti konsistensi dalam penerapan ini, dengan badan

sertifikasi melakukan audit secara berkala. Manajemen PT. CAS perlu melakukan

perencanaan tindakan dan alokasi sumber daya untuk menerapkan standar ini.

Melalui analisis gap sebesar 12%, PT. CAS menunjukkan kesiapan dalam

menerapkan ISO 45001:2018 dan berhasil memperoleh sertifikasi. Penerapan

standar ISO 9001:2015 untuk Manajemen Mutu dan SMK3 membantu dalam

mengurangi gap tersebut.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah diuraikan, mayoritas peneliti

cenderung memfokuskan pada aspek kuantitatif terkait implementasi ISO 45001

dalam industri pertambangan. Namun, hanya sedikit yang membahas aspek

kualitatif. Studi Aguspati dan rekan-rekannya pada tahun 2021 merupakan salah

satu pengecualian yang membahas efektivitas pelatihan ISO 45001:2018 terhadap

pemahaman karyawan di industri manufaktur.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan membaca dan menganalisis

berbagai referensi yang tersedia. Referensi tersebut mencakup berbagai jenis bahan

tulisan seperti jurnal, literatur ilmiah, dan artikel dari berbagai sumber, baik dalam

bentuk cetak maupun digital. Peneliti mengumpulkan data dengan membaca dan

meneliti jurnal, dokumen, atau artikel yang relevan dengan topik penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. ISO 45001

ISO 45001 adalah aturan internasional yang menetapkan tuntutan

bagi sistem manajemen yang menjaga kesejahteraan dan keselamatan

pekerja, memberikan pedoman bagi organisasi untuk menerapkannya.

Organisasi harus secara aktif meningkatkan performa K3 mereka guna

menghindari kecelakaan. ISO 45001 relevan bagi semua perusahaan tanpa

memandang jenis, ukuran, atau sifatnya. Semua persyaratan dalam aturan

ini harus diikuti dan disatukan dalam sistem manajemen organisasi. ISO

45001 membantu organisasi menyatukan aspek kesehatan dan keselamatan

kerja melalui sistem manajemen K3. Oleh karena itu, penting bagi

perusahaan untuk mengurangi risiko K3 dengan menerapkan tindakan

pencegahan yang sesuai dan responsif.

Tujuan utama dari sertifikasi ISO 45001 adalah untuk memberikan

kerangka kerja yang komprehensif bagi pebisnis, karyawan, dan perusahaan

agar mereka dapat mengelola risiko dan bahaya yang mungkin timbul dalam

lingkungan kerja. Dengan demikian, hal ini bertujuan untuk menciptakan

lingkungan kerja yang lebih aman dan sehat bagi semua pihak yang terlibat,

termasuk pengunjung, sehingga dapat meminimalkan potensi kecelakaan,

cedera, atau penyakit terkait pekerjaan.

Selain itu, sertifikasi ISO 45001 memiliki tujuan tambahan yaitu :

1 Mengurangi risiko pelanggaran terhadap peraturan Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) yang dapat mengakibatkan kegagalan dalam

menjaga kondisi kesehatan dan keselamatan di tempat kerja.

2 Merencanakan tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko kematian,

cedera, dan penyakit yang terkait dengan pekerjaan di tempat kerja,

sehingga kesejahteraan pekerja dapat dipertahankan.

3 Menjamin perlindungan dan kesejahteraan para pekerja dalam hal

keselamatan dan kesehatan.

4 Meningkatkan efisiensi tenaga kerja karena adanya keyakinan yang kuat

terhadap upaya keselamatan dan kesehatan di tempat kerja.

ISO 45001 memberikan perhatian yang besar pada Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) dan memungkinkan penilaian terhadap bagian-

bagian di mana pekerja mungkin mengalami kekurangan dalam

cakupannya. Beberapa elemen ISO 45001 diantaranya :

1 Merumuskan kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

yang memperkuat visi dan misi organisasi atau industri, dengan

memperhatikan kondisi internal serta faktor-faktor eksternal yang

mempengaruhi.

2 Menyusun, menerapkan, dan menjaga Sistem Manajemen

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dengan efektif dan

teratur.

3 Meningkatkan kelangsungan kinerja Kesehatan dan Keselamatan

Kerja (K3).

4 Menunjukkan kesesuaian dengan standar ISO 45001.

  1. Manfaat ISO 45001

ISO 45001 adalah standar yang menitikberatkan pada keselamatan dan

kesehatan kerja (K3) di perusahaan. Implementasinya memiliki potensi

untuk memberikan manfaat besar bagi perusahaan, seperti berikut:

1 Mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan gangguan

kesehatan saat melakukan aktivitas pekerjaan.

2 Mengurangi hingga menghilangkan risiko K3.

3 Meningkatkan kemampuan dan hasil dari sistem manajemen K3.

4 Meningkatkan citra merek perusahaan atau organisasi sambil juga

menjaganya dari potensi risiko.

5 Mengantisipasi kemungkinan dampak negatif yang dapat terjadi.

6 Meningkatkan kesadaran kepatuhan terhadap undang-undang yang

berlaku.

  1. Manajemen Risiko sesuai dengan Standar ISO 45001

Pengendalian risiko termasuk dalam poin A.8.1.2 dari ISO 45001,

yang merupakan bagian integral dari sistem manajemen K3. Hal ini perlu

dipahami oleh semua individu di organisasi atau instansi, terutama yang

bertanggung jawab terhadap K3. Pengendalian risiko ini menjadi dasar

penting dalam pengambilan keputusan terkait K3 dan upaya pengendalian

risiko. Di dalamnya, terdapat elemen-elemen yang harus dipertimbangkan

sesuai dengan standar ISO 45001.

1 Eliminasi

Eliminasi merujuk pada langkah-langkah untuk menghapus bahaya.

Sebagai contoh, tindakan eliminasi dapat mencakup penggantian bahan

kimia berbahaya, menerapkan prinsip ergonomi dalam desain kerja,

menghapus jenis pekerjaan yang berpotensi merugikan kesehatan

pekerja, serta menghentikan aktivitas lain yang dianggap berbahaya.

2 Substitusi

Substitusi atau penggantian terjadi ketika kita mengganti sesuatu

yang dianggap berbahaya dengan alternatif yang lebih aman. Sebagai

contoh, substitusi dapat berarti mengganti cat berbahan solven dengan

cat berbahan dasar air, atau merubah permukaan lantai yang licin

menjadi sedikit kasar agar tidak membahayakan orang yang berjalan di

atasnya.

3 Reorganisasi dan Rekayasa Teknik

Reorganisasi dan rekayasa teknik bertujuan untuk memberikan

perlindungan bersama bagi para pekerja. Sebagai contoh, tindakan

penerapan dapat mencakup pengamanan pada mesin, pengurangan

tingkat kebisingan di lingkungan kerja, penyesuaian dan penataan

jadwal kerja agar tidak memberatkan pihak tertentu, serta upaya

melindungi para pekerja dari berbagai risiko kecelakaan kerja yang

mungkin timbul.

4 Pengendalian administrasi

Pengendalian administrasi, juga dikenal sebagai pengendalian risiko

dan bahaya, melibatkan penerapan kebijakan dan peraturan terkait K3

di tempat kerja. Ini mencakup kegiatan seperti pemeriksaan keamanan

secara teratur, penyelenggaraan pelatihan dan sertifikasi K3,

perlindungan keselamatan dan kesehatan dari pekerjaan berisiko, serta

pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan standar keamanan yang telah

ditetapkan.

5 Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan alat pelindung diri merupakan bagian dari strategi

pengendalian risiko yang diatur dalam ISO 45001. Pengaturan

mengenai alat pelindung diri juga tercantum dalam Peraturan Menteri

Tenaga Kerja Nomor 8 Tahun 2010. Menurut definisi dalam peraturan

tersebut, alat pelindung diri adalah alat yang dirancang untuk

melindungi sebagian atau seluruh tubuh dari bahaya yang mungkin ada

di tempat kerja.

KESIMPULAN

Menerapkan Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) berdasarkan standar

ISO 45001 dalam industri pertambangan merupakan langkah yang tepat dalam

menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi para pekerja. Dengan

mengadopsi standar internasiona sehingga perusahaan pertambangan dapat

memprioritaskan keselamatan dan kesehatan karyawan mereka. ISO 45001

memberikan pedoman yang jelas dan terstruktur untuk menerapkan praktik K3

yang efektif dan efisien di industri ini. Tujuan di balik sertifikasi ISO 45001 adalah

memberikan panduan yang kokoh dalam mengelola upaya pencegahan terhadap

kematian, cedera, dan penyakit yang terkait dengan pekerjaan di lingkungan kerja.

Ini bertujuan untuk menciptakan kondisi kerja yang lebih aman dan sehat, serta

mengurangi risiko kegagalan terkait keselamatan dan kesehatan, mendukung

praktik Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Implementasi ISO 45001 juga

dapat meningkatkan reputasi perusahaan di mata karyawan dan pelanggan karena

keuntungan yang didapat dari sertifikasi ini.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah menduung dalam

menyelesaikan jurnal ini

1 Bapak Darwance, S.H., M.H., atas bimbingan dan arahannya selama

menjadi dosen mata kuliah hukum pertambangan.

2 Semua pihak yang ikut serta sebagai informan dalam penelitian ini,

berdasarkan waktu dan informasi yang diberikan

 

Penulis

Aura Fariza Yulianti Saputri1, Zahwa Rahmanda Aulya2, Angel Caroline3, Laura

Aulia Rosaline4

Program Studi Fakultas Hukum

Universitas Bangka Belitung

Jalan Kampus Terpadu Balunijuk, Bangka, 33172, Indonesia

E-mail : auraafariza@gmail.com

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *