Agus: Kami Cium Ada Pidana Terlupakan
Seputarbabel.com – Sidang perdana gugatan perdata yang dilayangkan anggota
DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Deddi Wijaya lantaran
keberatan diganti sebagai anggota dewan dalam proses Pergantian Antar Waktu,
dengan Tergugat I Ketua DPRD Provinsi Babel dan Tergugat II Ketua DPD I Partai
Golkar Provinsi Babel, Selasa kemarin (6/6/2017) digelar di Pengadilan Negeri
Pangkalpinang.
Seperti sidang perdata biasanya, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) RI
Nomor 1 tahun 2016, majelis hakim yang diketuai Iwan Gunawan, SH didampingi
Cory Oktarina, SH dan Hotma Edison Parlindungan SH kemudian menunjuk hakim
mediator Diah Astuti, SH untuk dilakukan mediasi antara penggugat dan para
tergugat. Sidang mediasi itu dijadwalkan digelar Senin pekan depan, 12 Juni 2017.
“Sesuai Perma Nomor 1 tahun 2016, perkara perdata harus diupayakan mediasi
perdamaian sebelum masuk pada pokok perkara. Kami menunjuk hakim Diah Astuti
ya sebagai mediatornya. Selanjutnya silahkan penggugat dan tergugat ke Ibu Diah,”
kata hakim Iwan Gunawan seraya menutup sidang.
Sementara itu, kuasa hukum Tergugat II Ketua DPD I Partai Golkar Babel, Agus
Hendrayadi, SH dari Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Agus Poneran &
Associates kepada wartawan usai sidang mengatakan, Partai Golkar Babel
menurunkan tiga advokat untuk meladeni gugatan Penggugat Deddi Wijaya. Mereka
yakni Agus sendiri didampingi Ahmad Albuni, SH dan Ahmad Fauzi, SH. Sedangkan
dari Tergugat I Ketua DPRD Babel, dikuasakan kepada Kasubag Hukum DPRD.
Menurut Agus, Partai Golkar terutama Ketua DPD I Babel, Hidayat Arsani dan
Sekretaris Heryawandi, berikut pengurus Golkar lainnya tidak gentar dengan gugatan
Deddi Wijaya yang notabene adalah anggota Fraksi Golkar di DPRD Babel. Hanya
saja, baik Ketua DPD, Sekretaris dan pengurus Golkar lainnya menyesalkan tindakan
Deddi Wijaya yang tidak berbesar hati ketika hendak dilakukan Pergantian Antar
Waktu sebagai anggota DPRD, sebagaimana mekanisme partai politik.
“Sepertinya, Saudara Deddi Wijaya bukan lagi sebagai pekerja partai istilahnya dan
atau perpanjangan Partai Golkar di DPRD Provinsi Babel. Lihat saja partai yang
membesarkannya sehingga menjadi anggota DPRD pun digugatnya. Termasuk dua
pimpinannya yakni Ketua DPRD dan Ketua DPD I Golkar, Bapak Didit dan Bapak
Hidayat Arsani digugatnya hanya karena keberatan di-PAW. Masyarakat dapat menilai
sendiri seperti apa perilaku yang bersangkutan, tapi itu hak dia untuk menggugat.
Kami berterimakasih kepada Ketua DPRD yang sudah mau memproses PAW ajuan
Golkar,” ungkap Agus.
Ia menjelaskan, Deddi Wijaya menggugat Ketua DPRD Babel dan Ketua DPD I
Golkar, lantaran tidak dapat menerima surat usulan PAW yang bersangkutan. Usulan
PAW itu disampaikan DPD I Golkar setelah mendapat perintah dari DPP Partai
Golkar yang ditandatangani Setya Novanto selaku Ketua Umum dan Indrus Marham
Sekretaris Jenderal.
Dasar surat pengusulan Golkar itu karena Deddi Wijaya dianggap tidak memenuhi
syarat menjadi anggota DPRD, yang diperkuat dengan putusan PTUN, Surat Menteri
Dalam Negeri, Surat Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan
Surat KPU Provinsi Babel yang kesemuanya menetapkan harus dilakukan PAW
terhadap yang bersangkutan. Hal itu karena, Deddi Wijaya melakukan pelanggaran
syarat-syarat pencalonan sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2014.
Diantaranya, anggota dewan daerah pemilihan Kabupaten Bangka Barat itu tidak
mengumumkan bahwa dirinya mantan narapidana dalam kasus dugaan korupsi yang
ancaman hukumannya diatas lima tahun. Selain itu, Deddi melanggar aturan
persyaratan pencalonan legislatif lantaran belum lima tahun bebas dari lapas, namun
sudah mendaftar menjadi calon legislatif sebagaimana disyaratkan Undang-undang
Pemilu.
Kemudian terhadap gugatan untuk Ketua DPRD Babel, penggugat keberatan karena
DPRD menerbitkan dan mengirimkan surat proses PAW kepada Gubernur Babel
serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Surat usulan PAW dari Golkar dan
surat Ketua DPRD itulah yang dijadikan sebagai objek sengketa oleh Deddi Wijaya
dalam gugatannya.
“Sebenarnya persoalan ini sudah terjadi sejak tahun 2014 pascapemilu Legislatif. Saat
itu KPU mendapat laporan LSM bahwa telah terjadi pelanggaran yang dilakukan
Saudara Deddi Wijaya dalam melengkapi syarat-syarat pencalonan. Mulai dari tidak
mengumumkan diri sebagai mantan napi, sampai ke persoalan belum lima tahun
keluar lapas sudah mencalonkan diri. Setelah mendapat laporan itu, KPU Babel
kemudian mengirimkan surat ke Mendagri untuk membatalkan pelantikan terhadap
yang bersangkutan. Hanya saja surat KPU itu terlambat karena tinggal dua atau tiga
hari para anggota dewan akan dilantik. Sehingga Deddi Wijaya menggugat SK KPU
itu ke PTUN dan Pengadilan TUN memenangkan dia. Tapi PTUN dalam
penetapannya secara tersirat merekomendasikan PAW, demikian juga Kemendagri,
lalu DKPP,” papar Agus.
Selanjutnya, tambah dia, seiring dengan menunggu putusan PTUN ingkrah hingga
tingkat Mahkamah Agung, dan proses sidang DKPP yang akhirnya menghukum
komisioner KPU serta Bawaslu Babel dengan sanksi peringatan keras, DPD Golkar
Babel dan DPP Partai Golkar kemudian menerbitkan du kali surat untuk meminta
PAW atas nama Deddi Wijaya pada 2016 dan awal tahun 2017. Surat pengusulan itu
lalu dikirim ke DPRD dan ditanggapi dengan menerbitkan surat memproses PAW ke
Kemendagri.
“Dengan bergulirnya persoalan ini ke pengadilan, kami tidak patah arang, karena
Golkar tidak ingin mengecewakan masyarakat yang mengamanahkan aspirasinya
kepada anggota dewan, tapi ternyata orang itu diduga melanggar aturan dan tidak
memenuhi syarat. Makanya dimintakan PAW terhadap yang bersangkutan. Apalagi
kami mencium ada tindak pidana yang dilakukan, tapi hampir terlupakan. Kita akan
intensifkan pidana ini jika perlu. Tidak menutup kemungkinan kami akan
melaporkan ke pihak kepolisian,” tukas pengacara yang berlatar belakang jurnalis ini.
Ditambahkan Ahmad Albuni kuasa hukum DPD Golkar Babel lainnya, selain tindak
pidana biasa, ada juga dugaan tindak pidana khusus jika dikilas balik terhadap
anggota dewan yang tidak memenuhi syarat. Bahkan tindak pidana itu dapat
merugikan keuangan negara.
“Untuk sementara ini kami melihat proses mediasi yang akan dilakukan, sebelum
melangkah ke hal-hal lain. Tapi patut digarisbawahi, pidana khusus itu juga bisa
dibongkar. Kami sedang menunggu persetujuan untuk menindaklanjuti hal itu,” katanya. (**)