Seputarbabel.com- Saya ingin mengatakan bahwa krisis kemanusian yang terjadi di Rohingya mengidentifikasikan dua hal penting. Pertama lemahnya peran ASEAN dalam upaya mewujudkan keamanan (security) dan keadilan (justice) di kawasan Asia Tenggara. Kedua adanya standar ganda penegakan hukum khususnya di bidang hak asasi manusia sehingga menimbulkan ketidak adilan (injustice)
Setidaknya dari beberapa penelusuran akademik yang saya lakukan ada beberapa fakta yang terjadi di Rohingya.
Pertama, (historical approach) nenek moyang orang orang Rohingya berasal dari orang Arab, Moor, Pathan, Moghul, Bengali, dan beberapa orang Indo-Mongoloid. Permukiman Muslim di Arakan telah ada sejak abad ke-7 Masehi kemudian sejak tahun 1950an sebagian kaum Muslim di bagian Arakan atau Rakhine mengklaim diri mereka sebagai sebuah kelompok etnis yang berbeda dan terpisah. Mereka mengidentifikasikan diri sebagai Rohingya. Namun kalim ini tidak diterima masyarakat budha dan pemerintah, sehingga masyarakat Rohingya tidak mendapat pengakuan oleh pemerintah Myanmar. Konsekuensinya banyak orang-orang Rohingya tidak memiliki kewarganegaran
(Statelessness) dan sering terlibat konflik dengan masyarakat Budha
Kedua krisis kemanusiaan yang terjadi di Myanmar tidak hanya disebabkan oleh persolan agama sepenuhnya namun lebih kepada persoalan politik dimana muslim
Rohingya sudah mulai aktif dalam proses politik di Myanmar sehingga ada ketakutan isu minoritas akan menguat sehingga mengacam eksistensi mayoritas (budha). Selain itu isu etnis (asli dan pendatang) menjadi persoalan besar yang harus di antisipasi pemerintah Myanmar dalam upaya menjaga kestabilan negara.
Fakta ketiga, pelibatan militer, penggunaan senjata serta ada upaya untuk menghilangkan satu etnis (genocide) dalam penyelesaian konflik di Myanmar merupakan pelanggaran HAM berat.
saya ingin mengaskan bahwa, Apa pun perdebatan yang terjadi hari ini, soal benar atau salah berkenaan dengan konflik di Myanmar, hal terpenting yang harus menjadi concern kita adalah telah terjadi pelanggaran HAM berat di Myanmar.
Apa dasar anda menyebutkan sudah terjadi pelanggaran Ham berat di Myanmar ?
Saya mengacu pada ketentuan Artikel 2 konvensi Genosida yang kemudian diperkuat dengan artikel 6 statuta Roma
yang secara tegas menyatakan
Genocide means any of the following acts committed with intent to destroy, in whole or in part, a national, ethnical, racial or religious group. Jadi jika ada perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan, suatu kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan maka tindakan tersebut dapat dikategorikan kejahatan genosida. Selain itu jika melihat apa yang terjadi di Rohingya saat ini, unsur-unsur pasal dalam kategori Genosida sebagimana diatur dalam dua statuta tersebut pun sudah terpenuhi misalnya Membunuh anggota kelompok tersebut; kedua Menimbulkan luka fisik atau mental yang serius terhadap para anggota kelompok tersebut; ketiga Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau untuk sebagian;ke empat ada upaya untuk Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran dalam kelompok tersebut; dan terahkir Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok itu kepada kelompok lain.”
Pembantaian, kekerasan fisik, pemerkosaan, pembunuhan anak-anak, upaya pengusiran merupakan fakta yang sulit untuk dikesampingkan pemerintah Myanmar. Sekali lagi apa pun perdebatan yang terjadi pemerintah dan Militer Myanmar adalah 2 pihak yang paling bertanggung jawab atas konflik di Rohingya Mynamar.
Solusi apa yang dapat anda tawarkan dalam krisis kemanusian di Rohingya ini ?
setidaknya ada beberapa upaya solutif yang bisa dilalukan.
Pertama negara anggota ASEAN dapat menjatuhkan sanksi kepada Myanmar. Misalnya mengucilkan Myanmar dari pergaulan ASEAN atau bahkan Internasioal.
Kedua melakukan embargo kepada Myanmar seperti sangsi yang dijatuhkan negara teluk kepada Qatar. Embargo ini dapat berupa embargo dibidang ekonomi, dan militer dan bidang lainnya.
Ketiga membentuk tim investigasi independent untuk melakukan penyelidikan di Rohingya dan mengumpulkan fakta-fakta empiris berkenaan dengan pelanggaran HAM yang terjadi di Rohingya sekaligus mendesak pemerintah Myanmar untuk bersikap objektif dalam upaya penuntasan krisis kemanusiaan di Rohingya.
Mendesak negara-negara terdekat seperti İndonesia, Malaysia, Singapura, Bagladesh dan pakistan untuk membuka pintu perbatasan agar para imigran mendapat perlindungan hingga konflik selesai.
Bagaimana pandangan anda tentang peran pemerintah indonesia saat ini dalam upaya menengahi krisis di Rohingya ?
saya ingin mengatakan bahwa saat ini kita gagal menjalankan amanat UUD 1945
Seyogyanya konsitusi kita mengamanatkan untuk mejaga perdamian dan penghapusan tindakan diskriminasi bukan hanya pada indonesia namun seluruh dunia. Aksi megecam, mengutuk, menentang dalam hemat saya bukanlah aksi yang kongkrit. Tindakan yang diambil pemerintah kita saat ini sangat diplomatis dan terkesan bermain aman. Artinya tidak ada langkah kongkrit sebagai bentuk punishment yang diambil sehingga tidak mampu mengitervensi pemerintah Myanmar untuk meghentikan aksi kekerasan di Rohingya. Selain itu Sudah sepatutnya sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia indonesia dapat mengambil langkah-langkah strategis berkenaan dengan konflik yang berbau agama, sebagai wujud kepedulian sesama saudara. Misalnya dengan terlibat aktif dalam penyelesain konflik seperti apa yang telah dilakukan Presiden Soharto terdahulu.
Syafri Hariansah
Direktur Pusat Studi Hukum Tatanegara & Research assistant for democracy and human rights University of Ankara.